Pemerintah Akui Sulit Kontrol Kredit Macet pada KUR TKI

KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi salah satu sektor utama penyebab kredit macet.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Okt 2019, 11:49 WIB
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memberi sambutan saat membuka perdagangan saham perdana 2019 di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (2/1). IHSG menguat 10,4 poin atau 0,16 persen ke 6.204 pada pembukaan perdagangan saham 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menjadi salah satu sektor utama penyebab kredit macet atau non performing loan (NPL). Hal ini sulit dikontrol jika TKI sudah berangkat bekerja ke negara lain.

"Kalau digabung semua NPL KUR untuk TKI, paling susah ternyata dimonitor, kalau TKI sudah berangkat ke negara bekerja," ujar Menko Darmin saat ditemui di Smesco, Jakarta, Rabu (16/10).

Adapun penyaluran KUR sejak dicanangkan pada Agustus 2015 hingga 31 Agustus 2019 mencapai Rp435,4 triliun dan telah diterima sebanyak 17,5 juta debitur. Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) sebesar 1,31 persen.

Apabila KUR untuk TKI tidak dihitung, maka NPL bahkan bisa mencapai angka 0,9 persen. "Lebih baik dari seluruh kredit perbankan Indonesia. Dan saya kira ini pertama kali bisa menyalurkan KUR yang lebih baik dari NPL nya seluruh kredit secara nasional," jelasnya.

Menko Darmin berencana untuk terus mendorong penyaluran KUR untuk sektor produktif salah satunya memperluas sektor penerima. Di mana untuk tahun ini, penyaluran KUR untuk sektor produksi dapat mencapai 60 persen total plafon KUR.

"Berarti kita mulai harus perluas sektor kegiatan tidak hanya perikanan, peternakan, tetapi kami perlu masuk makin dalam ke produksi di sektor jasa," jelasnya.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Hingga September, Penyaluran KUR Capai Rp 102 Triliun

Pengunjung melihat pakaian di Skybridge Tanah Abang, Jakarta, Jumat (4/1). Pemerintah menargetkan Penyaluran kredit usaha (KUR) untuk 2019 ditetapkan sebesar Rp 140 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menghadiri acara pemberdayaan perempuan Indonesia melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) Untuk Usaha Busana dan Gaya Hidup yang dikenal dengan SheWorkz.

Dia menyebut, pemerintah menyediakan KUR sebesar Rp 140 triliun tahun ini, dan telah terealisasi sebesar Rp 102 triliun hingga September.

"Realisasi Penyaluran KUR di bidang busana dan produk turunannya, ada periode Januari 2019 sampai dengan September 2019, penyaluran KUR sebesar Rp 1,13 Triliun kepada 45.100 debitur," ujarnya di Smesco, Jakarta, Rabu (16/10).

Menko Darmin melanjutkan, penyaluran KUR yang semakin besar tak lantas membuat rasio kredit macet membengkak. Tahun ini terbukti, NPL kredit usaha rakyat hanya mencapai 1,3 persen.

"Ada anggapan Usaha Kecil Menengah itu pasti sangat ditentukan pembiayaan ada benarnya itu tapi tak seluruhnya benar. Kita sudah menjalankan kredit usaha rakyat tahun ke 3. Dan totalnya seinget saya setahun ini Rp140 triliun. Yang menarik adalah dari segi kredit NPLnya rendah sekali 1,3 persen," jelasnya.

Pemerintah ke depan menginginkan semakin banyak masyarakat yang menerima KUR busana terutama sektor produksi. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu harus dikerjakan secara berkelompok, memiliki standar produk yang jelas serta ada sasaran pasar yang dapat menerima produk untuk perdagangkan.

"Kalau dalam program busana muslim tentu tekstil utamanya. Tidak dibantu masalahnya banyak, kemudian juga kebutuhan menjaitnya. Kemudian offtaker ada yang membeli produk kalau standar terpenuhi, kalau standar tidak terpenuhi harus ada solusinya. Kenapa kita melihat Sheworks ini, karena dia memenuhi persyaratan yang kita harapkan," tandasnya.


Ibu-ibu Pengusaha Ingin Plafon KUR Ditambah Hingga Rp 100 Juta

Wapres Jusuf Kalla menerima kunjungan Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) di kantornya. (Merdeka.com/ Intan Umbari)

Ibu-ibu yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) mengaku saat ini ada beberapa kendala dalam pengembangan bisnis masing-masing. Kendala yang dihadapi sampai saat ini masiih soal akses pendanaan.

Ketua Umum IPEMI Ingrid Kansil menyebutkan, memang saat ini pemerintah sudah memiliki program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hanya saja, ada beberapa anggota Ipemi yang masih dihadapkan pada beberapa persoalan selama proses pengajuan hingga ke pencairan.

"Untuk itu kami mendorong pemerintah agar program KUR lebih ditingkatkan bukna hanya dalam bentuk. Bunga yang rendah saja tetapi juga kemudahan dalam percepatan persetujuan kredit serta nilai kredit jika memungkinkan plafonnya dinaikan menjadi Rp 100 juta tanpa angunan," dalam Rakat Kerja IPEMI di Jakarta, Senin (29/7/2019).  

Inggrid mengatakan, saat ini Ipemi memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan itu diantaranya mudah menciptakan kemandirian ekonomi di daerah masingmasing dalam melakukan peningkatan ekonomi, dengan menjalankan 3 program nasional warung muslimah di tingkat kecamatan dan Gerai Muslimah ditingkat perkotaan.

Gerai muslimah ini berfungsi untuk menjual danmemasarkan produk-produk IPEMI, selain pemanfaatan teknologi dengan menjual produk secara online.

"Kami tidak ingin muslimah Indonesia tercabut dari habitatnya demi mengejar target ekonomi meskipun para muslimah boleh melakukan kegiatan usaha namun islam menentukan peran utama perempuan sebagai istri dan sebagai pengurus keluarga serta sebagai madrasatul ula pendidik bagi generasi penerus yang tidak boleh diabaikan," paparnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya