Liputan6.com, Hong Kong - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam terpaksa menangguhkan pidatonya pada Rabu (16/10/2019) waktu setempat. Hal itu terjadi setelah dirinya dicela di parlemen saat ingin menyampaikan pidato kebijakan tahunannya.
Anggota parlemen oposisi mengacaukan sesi pidato pemimpin Hong Kong. Mereka berteriak dan memproyeksikan slogan-slogan sejak awal pidatonya.
Advertisement
Dikutip dari BBC, berkali-kali sesi pidato Carrie Lam diganggu oleh pemrotes. Setelah gangguan pertama berakhir, sesi dilanjutkan, tetapi kemudian terganggu lagi.
Setelah pidato ditangguhkan untuk kedua kalinya, pemerintah kemudian memutuskan pidato akan disampaikan melalui video pada pukul 12.15 siang waktu Hong Kong. Bukan, melalui pidato langsung dari parlemen.
Hal itu adalah kali pertama sejak mereka diserbu oleh pengunjuk rasa pada Juli. Dewan Legislatif (Legco) diharapkan secara resmi mencabut RUU ekstradisi yang memicu protes.
Sementara itu, pidato Carrie Lam yang diinterupsi datang hanya beberapa jam setelah anggota parlemen AS mendukung demonstran Hong Kong. Parlemen tersebut mendukung dengan mengeluarkan RUU yang bertujuan menegakkan hak asasi manusia di kota Hong Kong.
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Imbas RUU Ekstradisi
Protes dimulai pada Juni terhadap rencana untuk memungkinkan ekstradisi ke daratan China. Banyak dari warga Hong Kong khawatir hal tersebut akan merusak kebebasan kota dan independensi peradilan Hong Kong.
Meski RUU itu ditarik pada bulan September, tetapi demonstrasi terus berlanjut. Tuntutan telah meluas untuk memasukkan hak pilih universal dan penyelidikan terhadap perilaku polisi.
Protes sudah terjadi setiap akhir pekan selama sebulan terakhir dan di setiap distrik di Hong Kong. Hingga menyebabkan gangguan yang meluas.
Bentrokan antara polisi dan aktivis menjadi semakin ganas, dengan polisi menembakkan peluru tajam.
Sementara itu, pengunjuk rasa menyerang petugas dan melemparkan bom bensin/molotov.
Advertisement
Kekerasan Meningkat
Pada Juli lalu, ratusan pemrotes menyerbu Legco. Mereka menyemprotkan grafiti/cat semprot dan berupaya melemahkan simbol-simbol badan pembuat hukum Hong Kong.
Kemudian, pada bulan Agustus satu pengunjuk rasa terluka di mata. Hal itu menyebabkan demonstran mengenakan penutup mata berwarna merah untuk menunjukkan solidaritas mereka.
Lalu, protes di bandara internasional Hong Kong menyebabkan ratusan penerbangan dibatalkan.
Sementara itu, pada saat RUU ekstradisi akhirnya ditarik pada bulan September, sebagian besar pengunjuk rasa mengatakan itu "terlalu sedikit, sudah terlambat".
Selanjutnya, pada 1 Oktober saat China merayakan 70 tahun kekuasaan Partai Komunis, Hong Kong mengalami apa yang dikatakan pihak berwenang sebagai salah satu dari "hari paling penuh kekerasan dan kacau".
Pada tanggal 1 Oktober 2019 tersebut, seorang anak berusia 18 tahun ditembak di dada dengan peluru tajam. Para pengunjuk rasa juga bertempur melawan petugas dengan tiang, bom bensin/molotov, serta proyektil lainnya.
Demo berlanjut. Kemudian, pemerintah kemudian melarang pengunjuk rasa mengenakan topeng, dengan memohon kekuatan yang berasal dari pemerintahan kolonial. Banyak aktivis terus menentang larangan tersebut.
Hari Minggu lalu, aksi damai berujung menjadi ke bentrokan dengan stasiun kereta api dan bisnis-bisnis yang dianggap pro-Beijing.
Reporter: Hugo Dimas