Liputan6.com, Jakarta Semua produk makanan dan minuman wajib melakukan proses sertifikasi halal, mulai Kamis 17 Oktober 2019. Pelaksanaan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah Kementerian Agama.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, tahapan proses sertifikasi halal terbagi dalam lima tahap. Pertama, pelaku usaha mendaftarkan diri dengan melampirkan sejumlah persyaratan.
Advertisement
Kemudian kedua nanti badan penyelenggara jaminan produk halal akan meneliti seluruh persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh pelaku usaha.
Tahap ketiga, BPJPH akan memeriksa produk. Kemudian, hasilnya nanti akan diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia sehagai lembaga yang akan memberikan fatwa kehalalan sebuah produk.
"Yang terakhir, kata dia hasil fatwa MUI kemudian oleh BPJPH akan dikelurkan sertifikasi halal," ujar dia, usai menghadiri penandatanganan Mou Sertifikasi Halal di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Rabu (16/10/2019).
Kementerian Agama menggantikan Majelis Ulama Indonesia atau MUI dalam menerbitkan label halal. Sebelumnya, kewenangan ini ada di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika MUI.
Kementerian Agama memberi waktu bagi pelaku usaha untuk mendaftarkan sertifikasi halal hingga 17 Oktober 2024.
"Jadi selama lima tahun, 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024, tenggang waktu lima tahun untuk melakukan proses sertifikasi," jelas dia.
Meski begitu, Lukman mengatakan BPJPH akan tetap melibatkan MUI sebagai salah satu stakeholder utama.
Selain MUI, Kemenag juga melibatkan Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Menteri Luar Negeri, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Keuangan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Kepala Badan Sandi Negara.
Lukman juga mengatakan hingga lima tahun ke depan produk-produk yang belum melakukan sertifikasi halal tidak terjerat hukum. Tetapi dilakukan pembinaan serta sosialisasi.
"Lima tahun ini tidak ada penegakan hukum tapi dengan persuasif memberlakukan pembinaan. Memberikan sosialisasi, untuk pelaku usaha," kata Lukman.
Menurut Lukman, di Indonesia para pelaku usaha sangat beragam. Karena itu nantinya para pelaku yang tidak melakukan sertifikasi produknya akan dilakukan sosialisasi.
"Untuk diingat, bahwa pelaku usaha ini sangat beragam. Ada yang besar-besar tapi juga yang tidak sedikit yang UKM-UKM yang mendapatkan bimbingan sosialisasi sehingga tidak ada kesalahpahaman," ungkap Lukman.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Semua Produk Wajib Bersertifikat Halal, Ini Pinta Pelaku UKM
Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) menyambut baik penerapan sertifikasi halal untuk produk. Kewajiban halal ini mulai diberlakukan pada 17 Oktober 2019 dengan masa transisi selama 5 tahun.
Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UKM Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Irwan s Widjaja mengatakan, sejauh ini tidak ada penolakan dari UKM produk makanan dan minuman terkait pemberlakuan wajib halal tersebut.
"Kami tidak ada penolakan. Dampaknya juga setelah nanti masa grace period 5 tahun. Kan berlaku besok, nah masih ada masa transisi 5 tahun. Jadi tetap yang belum punya label halal segera didaftarkan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Baca Juga
Namun demikian, ada sejumlah permintaan dari UKM terkait kewajiban halal ini. Pertama, jangan sampai berlakukan wajib halal besok diartikan tidak boleh ada lagi produk tanpa sertifikat halal yang beredar di pasaran sehingga memicu aksi penarikan terhadap produk tersebut.
Sebab, meski sudah diberlakukan, pemerintah masih memberikan masa transisi selama 5 tahun bagi produsen untuk mendaftarkan produknya agar mendapatkan label halal.
"Yang kita jaga ini jangan sampai besok digaungkan wajib halal, barang-barang yang di lapangan dikeluar-keluarkan. Jangan tiba-tiba datang dari pihak polisi, nanti barang-barang yang belum punya label halal ditarik-tarikin. Itu merugikan pengusaha kecil dan menengah," jelas dia.
Kedua, Irwan juga meminta agar pemerintah memberikan keringanan bagi UKM untuk mendapatkan sertifikat halal, salah satunya terkait dengan biaya.
"Selama ini yang dikeluhkan UMKM memang masalah biaya, mahal dan lain-lain. (Biaya) Berbeda-beda tetapi rata-rata antara Rp 1,8 juta-Rp 2,5 juta, per sertifikat per kategori," kata dia.
Ketiga, pemerintah juga harus mensosialisasikan program sertifikat halal secara gratis yang diberikan oleh kementerian terkait.
"Memang ada kementerian yang memberikan gratis, tapi itu bukan hanya sampai situ saja. Bukan gratis dalam arti untuk sekali urus. Kalau dulu sertifikat halal itu setiap 2 tahun sekali diperpanjang, tahun yang akan datang akan menjadi 4-5 tahun sekali, ini di awal memang gratis tetapi pas perpanjangan kan tidak gratis. Ini harus benar-benar jelas," tandas dia.
Advertisement