Liputan6.com, Pyongyang - Pertarungan Korea Utara melawan Korea Selatan pada putaran kedua babak kualifikasi Grup H Piala Dunia 2022 zona Asia berakhir imbang tanpa gol. Namun seperti apa jalannya pertandingan kedua negara bertetangga itu, tidak banyak yang bisa menyampaikannya.
Selasa kemarin, derbi Korea itu berlangsung tidak seperti pertandingan pada umumnya. Tanpa penonton, tanpa siaran langsung, dan tanpa kehadiran jurnalis internasional. Bahkan turis yang tengah berada di Korea Utara juga dilarang menyaksikan duel tersebut.
Advertisement
Beruntung Duta Besar Swedia untuk Korea Utara, Joachim Bergstrom, yang berada di Prongyang bersedia berbagi cerita lewat Twitter-nya. Kebetulan, Bergstrom mendapat izin untuk menyaksikan pertarungan 'langka' yang berlangsung di Kim Il-sung Stadium itu.
Dari video dan foto yang diunggah Bergstrom bisa terlihat stadion yang kosong melompong saat kedua tim bertanding. Tidak satupun penonton terlihat di tribune. Meski demikian, pria-pria berseragam tampak berjaga. Mereka berdiri menghadap bangku penonton yang kosong.
Meski tidak sedang terkena sanksi dari FIFA, susana mirip laga tanpa penonton. Tidak hanya suporter Korea Selatan yang dilarang hadir, pendukung tuan rumah rupaya bernasib sama.
Dari Twitter Bregstrom juga bisa diketahui kalau laga sempat ricuh. Pemain dari kedua tim sempat terlibat saling dorong di lapangan. Joachim Bregstrom mengunggah rekaman ketegangan tersebut sembari mencantumkan keterangan yang menyindir secara halus.
"Jangan bertengkar di depan anak-anak! Oh, tapi tidak ada siapapun di sini saat ini. Emosi meningkat saat #DPRK bertemu #ROK pada #FIFA game - tapi penonton jarang," tulisnya.
Siapa Lebih Baik?
Seperti dilansir BBC, secara teknis Korea Utara dan Korea Selatan sebenarnya masih berperang. Kedua negara sama sekali belum pernah menandatangani perdamaian sejak Perang Korea berakhir lewat genjatan senjata pada tahun 1953 lalu. Bahkan sampai saat ini, Korea Utara tidak akan mengizinkan lagu Korea Selatan berkumandang di stadion.
Meski demikian, sebagai sesama anggota FIFA dan AFC, Korea Utara dan Korea Selatan tidak bisa menghindari pertemuan satu sama lain. Hanya saja, duel lebih banyak berlangsung di Korea Selatan ataupun di tempat netral bila yang menjadi tuan rumah adalah Korea Utara.
Pertemuan di Pyongyang sangat jarang terjadi. Terakhir kali, pada tahun 1990. Dalam laga persahabatan tersebut, Korea Utara berhasil mengalahkan Korea Selatan dengan skor 2-1. Timnas wanita juga pernah sekali bertemu di Korea Utara pada kualifikasi Piala Asia 2017.
"Sepak bola merupakan olahraga paling populer di Korea Utara dan olahraga sangat penting bagi Korea Utara," ujar Andray Abrahamian, salah seorang pejabat senior Forum Pasifik.
"Ini memberikan kebanggaan dan patriotisme. Sangat mirip dengan cara negara-negara lain dalam memanfaatkan olahraga untuk tujuan sosial," beber Abrahamian menambahkan.
Sejauh ini, Korea Selatan masih superior atas Korea Utara untuk urusan sepak bola. Taeguk Warior lebih sering menang dan seri dalam setiap pertemuan pertama dengan Korut pada Asian Games 1978 lalu. Satu-satunya kemenangan Korut diraih 1990 lalu di Pyongyang.
Di peringkat FIFA, Korea Selatan juga berada di urutan 37 sementara Korea Utara 113.
Meski demikian, Korea Utara juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Talenta-talenta sepak bola negara Komunis ini sudah merambah hingga ke Eropa. Saat ini Korut diwakili oleh Han Kwang-song yang bermain untuk penguasa Serie A, Juventus. Sementara Korea Selatan punya Han Kwang-song yang bermain di klub elite Liga Inggris, Tottenham Hotspur.
Advertisement
Diplomasi Setengah Hati
Konflik memang bersenjata saat ini telah menurun. Namun hubungan politik kedua negara masih naik- turun. Korut masih kesal kepada Korsel yang masih menggelar latihan militer bersama Amerika Serikat-- musuh bebuyutan Korea Utara sejak dinasti Kim berkuasa.
Berbagai upaya sebenarnya sudah dilakukan untuk meredakan ketegangan di antara kedua negara. Salah satunya melalui olahraga.
Seperti diketahui, tahun lalu, pimpinan Korea Utara, Kim Jong-un mengizinkan negaranya tampil di Olimpiade musim dingin yang berlangsung di Sochi, Korea Selatan.
Beberapa bulan kemudian, kedua tim berbaris di bawah bendera yang sama, tampil bersama dan memperkuat tim hoki es wanita yang sama juga. Namun puncaknya adalah saat kedua negara juga mengulangi hal yang sama pada Asian Games Jakarta dan Palembang 2018. Bahkan pada hajatan ini, tim unifikasi Korsel-Korut sukses merebut emas dari perahu naga.
Lalu seberapa ampuh olahraga mampu mendinginkan ketengangan di semenanjung Korea itu? Melihat sikap suasana hati Pyongyang yang sulit diprediksi, apakah pertandingan yang berlangsung kemarin menjadi jalan diplomasi baru bagi hubungan kedua negara.
September lalu Korea Utara dan Selatan sepakat untuk mengajukan diri sebagai tuan rumah Olimpiade musim panas 2023. Namun jelang babak kualifikasi Piala Dunia berlangsung, ketegangan belum juga terlihat mereda. Keinginan Korea Selatan untuk mengirim suporter ke Korea Utara tenyata masih ditolak. Begitu juga dengan tawaran dari Korea Selatan untuk membantu menyiarkan pertandingan tersebut secara langsung.
"Kali ini, sepertinya Pyongyang tidak menggunakan pertandingan sebagai alat untuk menjembatani hubungan politik yang tegang," kata Abrahamian.
"Pyongyang masih memberikan Seoul pundak yang dingin sepanjang tahun ini dan itu tidak akan berubah sampai Amerika Serikat dan Korea Utara menemukan titik temu," bebernya.
Saksikan juga video menarik di bawah ini: