Banyak Wakil Parpol di Kabinet Jokowi II, Ini Kata Pengamat

Indonesia butuh investasi minimal 35 ribu triliun hingga tahun 2024 agar bisa mendobrak jebakan kelas menengah pada tahun 2030.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Okt 2019, 12:44 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Jelang pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, ekonom mulai membahas sosok-sosok yang paling cocok menjadi menteri. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menyebut menteri perekonomian sudah mumpuni, hanya saja ada masalah di kementerian sektoral.

Kementerian sektor Perdagangan, Perindustrian, BUMN, dan Pertanian pun diharapkan Fithra agar mulai diisi sosok profesional. Namun itu bukan berarti tokoh politik tak boleh menjabat, sebab kehadiran parpol bisa membantu stabilitas politik.

"Harus diisi sosok profesional. Bukannya dia tidak dari politik, bisa saja dari unsur parpol karena bagaimana pun ini kompromi. Ke depan lebih banyak partai (di kabinet) lebih bagus," jelas Fithra dalam diskusi buku 'Globalization, Productivity, and Production Networks in ASEAN: Enhancing Regional Trade and Investment' pada Kamis (17/10/2019) di Jakarta.

Ia menjelaskan kehadiran stabilitas politik penting untuk para investor selain kepastian hukum dan sisi regulasi. Pasalnya, Indonesia butuh investasi minimal 35 ribu triliun hingga tahun 2024 agar bisa mendobrak jebakan kelas menengah pada tahun 2030.

Ada dua target untuk meraih itu di tahun 2030, yakni melalui penambahan ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekspor harus 9,8 persen per tahun dan ada investasi minimal Rp 35 ribu.

Pada target Rp 35 ribu itu, hanya 10 persen yang pemerintah dapat berikan, dan sisanya perlu disediakan para swasta. Kehadiran sosok menteri profesional itulah yang bisa menarik investor.

"Bagaimana kemudian sosok-sosok yang profesional dan dapat diterima pasar. Semoga bisa dimunculkan, misalnya Arif Budimanta. Investor ketika melihat itu, dan nyaman, maka mereka masuk melakukan investasi," tegas Fithra.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS


Pengusaha Tak Ingin Menteri Ekonomi Dijabat Orang Partai

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri-menteri ekonomi pada jilid II Pemerintahan Jokowi diharapkan bukan berasal dari partai politik (parpol). Hal ini disampaikan oleh Ketua umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta (HIPPI), Sarman Simanjorang.

Sarman mengungkapkan, menteri ekonomi harus berasal dari kalangan profesional yang tidak punya keterkaitan dengan partai politik. Sebab orang parpol dinilai dapat memiliki banyak 'titipan' dari partainya.

 

"Kita ke depan berharap bahwa menteri-menteri yang ada di kabinet ekonomi ini adalah menteri-menteri yang betul-betul profesional dan non partai atau bukan merupakan kader partai. Supaya tidak ada kepentingan apa - apa disana," kata dia, di acara diskusi bertajuk Harapan Pengusaha Pada Kabinet Ekonomi Jilid II, di Jakarta, Kamis (12/9).

Meski memproklamirkan diri akan berkerja profesional, Sarman menegaskan kader partai pasti akan tetap memikul titipan-titipan dari partai pengusungnya.

Oleh karena itu, menurutnya sangat penting sekali bagi Jokowi memilihi figur profesional dari luar partai. Agar kebijakan yang dikeluarkan ke depannya dapat bersifat netral bagi semua pihak.

"Ya betul profesional, tapi apapun alasannya mereka punya kepentingan disana. Passti ada titipan-titipan dari partai itu. Jadi pasti ke depan juga dia tidak akan bisa netral," ujarnya.

 

Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Ratas bertema 'Perbaikan Ekosistem Investasi' ini dilakukan Jokowi beserta para menteri guna merumuskan kebijakan konkret. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya