Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengungkapkan dua sektor yang menjadi penyelamat Indonesia dalam mendulang foreign direct Investment (FDI). Dua sektor tersebut yakni industri pengolahan dan e-commerce.
"Dalam periode pertama Presiden Jokowi ada dua sektor yang menyelamatkan FDI, pertama sektor pengolahan industri smelter dan kedua sektor e-commerce dan ekonomi digital," kata dia, di ICE BSD, Banten, Kamis (17/10/2019).
Dia mengatakan, pada periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, pihaknya mencatat aliran deras arus modal ke e-commerce.
"Ini fenomena yang cukup mendadak, hanya dalam 3-4 tahun terakhir FDI ke unicorn, startup meloncat dari sebelumnya hampir tidak ada, sekarang 15-20 persen dari total FDI kita setiap tahun. Dan Indonesia sudah jadi tuan rumah yg unicorn melebihi jumlah unicorn di Eropa," jelas dia.
Baca Juga
Advertisement
"Presiden Jokowi sendiri gila gadget, pasion mengikuti teknologi. Kita pernah nonton sambutan beliau mengenai Tesla, space as, tentu kabinet mengikuti sehingga Indonesia menikmati sebuah suasana politik, kebijakan yang sangat pro teknologi," imbuhnya.
Ke depannya, sektor yang harus terus digenjot sebagai untuk berkontribusi pada perekonomian, termasuk mendulang FDI yakni pariwisata dan lifestyle.
"Sektor pariwisata secara global lebih tinggi pertumbuhan dari pada ekonomi dunia secara umum. Setiap 4 lapangan kerja baru, 1 adalah dari sektor pariwisata. Jadi wisata benar benar booming terutama dimotori oleh terus bergabungnya kelas menengah, global middle clash. Salah satu fenomena yang bisa diprediksi begitu orang naik kelas, terutama yang membedakan adalah lifestyle," urai Lembong.
"Lifestyle hemat saya salah satu keunggulan Indonesia dan ini akan mempunyai multiplayer effect terhadap yang bisa kita produksi, jasa yang bisa kita tawarkan ke seluruh dunia," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Plus Minus Suntikan Investasi Asing ke Indonesia
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J Rachbini, menyatakan bahwa adanya investasi asing langsung yang diberikan kepada perusahaan decacorn dan unicorn akan berdampak pada penguatan rupiah. Adanya aliran dana asing tersebut membuat pasokan dolar AS meningkat di Tanah Air.
Didik mengatakan, meski diuntungkan terhadap penguatan Rupiah namun ada sisi negatifnya bagi Current Acvount Defisit atau CAD Indonesia. Karena pada umumnya, investasi itu akan kembali ke negara pemodal dalam bentuk dividen sebagian dari keuntungan.
BACA JUGA
"Saya perkirakan, 10 tahun lagi akan parah defisitnya setelah unicorn-unicorn itu untung," kata dia saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Meski demikian, Didik yang juga merupakan Ekonom Senior Indef mendukung penuh masuknya investasi asing ke dalam negeri. Hanya saja dia menekankan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar dapat membedakan investasi yang masuk ke Indonesia.
"BKPM harus bedakan, semua yang ditarik investasi orientasi ekspor. Sekarang ini investasinya mengeksploitasi pasar dalam negeri semua, kan barangnya impor," jelasnya.
Dia pun mendorong aga perusahaan e-commerce yang ada di Indonesia mampu meningkatkan eskpor produk lokal. Tak menutup kemungkinan juga pasar Indonesia sanggup memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri.
Advertisement
Masih Butuh
Sementara itu, Plt Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Yuliot menambahkan memang sejauh ini perusahaan rintisan masih membutuhkan pendanaan dari luar. Sebab, masih sangat sulit untuk mendapatkan permodalan dari dalam negeri.
"Untuk dapat pinjaman dari dalam negeri persyaratannya ketat. Tingkat suku bunganya tinggi," kata dia.
Pemerintah sendiri kata dia, juga membatasi terkait kepemilikan asing. Di mana untuk investasi di bawah USD 100 miliar kepemilikan asing hanya diberi jatah 49 persen saja. Sedangkan untuk investasi lebih dari USD 100 miliar, asing boleh menguasai saham perusahaan hingga 90 persen