Liputan6.com, Semarang - "Magrib, magrib, masuk rumah, nanti ada Wewe Gombel lho!"
Pernahkah Anda mendengar ucapan itu dari mulut ibu saat matahari mulai masuk dan langit mulai gelap? Kalau pernah, selamat, Anda menjadi korban mitos hantu magrib. Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, siapakah sebenarnya Wewe Gombel itu?
Advertisement
Kita mulai pencarian sejarah lahirnya mitologi itu dengan mengunjungi sebuah bukit di Semarang bernama Gombel. Kawasan ini sangat terkenal. Jika kita menuju Semarang atas dari kota bawah, dipastikan kita melewati Jalan Setiabudi atau Gombel Baru dari arah Pasar Jatingaleh dan dari Jalan Setiabudi, menuju Jatingaleh melintasi Jalan Gombel Lama.
Jalan itu sesungguhnya adalah lereng bukit bernama Gombel. Di puncak bukit itu, berdiri sebuah bangunan besar yang sekarang kosong. Bangunan itu adalah bekas Hotel Sky Garden. Begitu rimbunnya pepohonan, bangunan itu tak bisa dilihat. Untuk menuju ke bangunan itu, kita bisa melewati sebuah gapura berbentuk Candi. Hingga menemukan palang besi sebagai akses masuk.
Saat ini bangunan dua lantai itu terkesan kurang terawat. Selain karena berukuran besar, penghuninya juga hanya penjaga. Adalah Kiswanto (51), salah satu penghuni bekas hotel yang tinggal di salah satu ruangan bekas hotel itu.
Hotel Sky Garden dibangun pada 1970-an dan sempat jaya pada era 1980-an kemudian ditutup pada akhir 1982 karena terjadi sengketa antara pemilik dengan bank.
"Luas lahan sekitar 12 hektare. Hotel ini memiliki 24 kamar, bar, meeting room, kolam renang, tempat parkir dan 20-an kamar yang berdiri terpisah di dekat kolam renang," kata Kiswanto.
Setelah ditutup, bekas hotel itu dijaga dan menjadi tempat tinggal keluarga Rohadi, salah satu satpam hotel sejak belum dibangun. Rohadi meninggal di tempat itu pada 2013. Istri dan anaknya, hingga kini masih tetap tinggal di salah satu kamar di lantai dua.
Secara kasat mata, bangunan itu sudah rusak dan menimbulkan kesan angker. Mereka yang tinggal di tempat itu, rata-rata memiliki ikatan sejarah, yakni sebagai bekas karyawan. Mereka patungan untuk membayar listrik dan lain-lain.
Tempat ini merupakan hotel yang mengusung konsep sebagai hotel taman. Hingga kini masih terasa sisa-sisa suasananya. Misalnya dari teras kamar, pemandangan langsung tertuju ke Kota Semarang bawah.
Tanaman penisium yang dulu hanya diletakkan dalam sebuah pot pun kini sudah menjadi besar. Pohon munggur di depan pintu gerbang pun ukurannya juga cukup besar.
"Dulu kalau ada pejabat yang datang menginap, datangnya naik helikopter. Di bagian rooftop ada helipad-nya. Tapi sekarang ya kondisinya seperti ini. Kami bersama penghuni lain hanya menjaga dan membersihkan mana yang terlihat kotor melalui kerja bakti,” kata Sigit, penghuni lainnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Simak juga video pilihan berikut ini:
Misteri Wewe Gombel
Tapi benarkah tempat ini menjadi markas hantu legendaris bernama Wewe Gombel? Dalam buku 666 Misteri Paling Heboh: Indonesia & Dunia yang ditulis Tim Pustaka Horor, diceritakan bahwa Wewe Gombel atau di tempat lain disebut Kolong Wewe, merupakan jelmaan seorang wanita yang rohnya gentayangan. Itu disebabkan karena ia mati bunuh diri di sebuah pohon, di kawasan Bukit Gombel.
Sebelum bunuh diri, perempuan itu memergoki suaminya sedang meniduri perempuan lain. Karena marah, sang suami itupun dibunuh. Warga Gombel mengetahui hal itu, maka wanita itu dikejar-kejar agar bertanggung jawab. Tak kuasa bertahan dan menjaga harga dirinya sebagai istri, perempuan itupun akhirnya bunuh diri.
Sementara itu penyebab selingkuhnya sang suami, karena perempuan itu tak mampu memberikan keturunan. Selain ditinggal selingkuh, perempuan itu juga diasingkan sampai menjadi gila. Ia menjadi olok-olok warga juga.
Mitos yang hidup di masyarakat, perwujudan Wewe Gombel adalah perempuan yang bisa berubah wujud menjadi siapa saja, dengan ukuran payudara yang luar biasa besarnya. Ia jahil karena sering menculik anak-anak kecil dan menyembunyikannya.
"Biasanya sebelum menculik, ia akan menakut-nakuti orang tuanya dulu. Wewe Gombel itu menculik anak-anak karena membela mereka, kalau orang tuanya sudah menyesal, Wewe Gombel akan menunjukkan tempat disembunyikannya," kata Suryono, warga Tandang.
Namun jika si anak yang diculik akan diberi makan kotoran manusia. Kotoran itu diubah menjadi terlihat seperti makanan lezat yang paling ia sukai. Tujuannya memberikan kotoran manusia tersebut adalah membuat anak menjadi bisu agar tidak bisa menceritakan apa yang telah ia alami ataupun bentuk dari wewe gombel yang menyeramkan tersebut.
Cerita hantu wewe gombel ini juga sering digunakan oleh orangtua untuk menakut-nakuti anak agar tidak keluyuran keluar rumah sendirian. Untuk dapat menemukan anak yang diculik Wewe Gombel, keluarga harus berkeliling dan membunyikan bunyi-bunyian dari peralatan dapur.
Bunyi itu sebagai musik mengiringi nyanyian dengan syair statis namun ritmis "blek-blek ting, blek-blek ting (menyebut nama anak yang hilang) metuo". Nyanyian itu menjadi sebuah mantera mengelilingi kampung. Nantinya sang anak akan muncul dengan sendirinya.
Lalu benarkah Gombel ini sebagai markas sang hantu legendaris? Tak ada satupun yang bisa menjelaskan, termasuk para penghuni bangunan kuno bekas hotel itu. Tak satupun yang bersedia menceritakan pengalaman mistisnya menjadi penjaga "markas Wewe Gombel".
Yang jelas mitos Wewe Gombel itu persebarannya sangat luas. Bukan hanya ngetop di Semarang, namun juga sampai wilayah Wonogiri, Sragen, Klaten, Yogyakarta, Purworejo, dan beberapa kota lain di Jawa Tengah. Wewe Gombel adalah salah satu hantu seleb yang popularitasnya tak lekang oleh zaman, termasuk oleh teknologi.
Advertisement