Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan pentingnya proses perizinan yang cepat bagi pelaku usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab lambatnya proses perizinan dapat menghambat usaha.
Sebagai contoh dia menyebut proses perizinan di UMKM sektor pangan. Dari diskusi dengan pelaku usaha, lanjut Enggar, diketahui bahwa mereka belum mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kalau ditanya UKM yang sudah menerima award sekalipun salah satu kesulitan yang dihadapi adalah masalah perizinan. Rata-rata mereka menyatakan baru P-IRT. Izin POM-nya tadi ada yang ditanya, sudah satu tahun belum dapat izin," kata dia, usai memberikan penghargaan kepada sejumlah UMKM pangan, di ICE BSD, Banten, Kamis (17/10/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengakui, BPOM bertanggung jawab untuk memastikan aspek kesehatan produk makanan. Karena itu pemeriksaan detail harus dilakukan.
"Tapi kalau membiarkan proses berjalan sekian lama. Tentu agak sulit untuk kita bisa terima kalau itu sudah memenuhi persyaratan yang ada," ujar dia.
Hal tersebut, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar proses perizinan dapat dipangkas.
"Secara khusus untuk yang sudah dapat award ini Dirjen PDN (Perdagangan Dalam Negeri) mohon tidak hanya sekedar memberikan penghargaan, tapi bantu mereka untuk proses perizinan agar mereka segera dapat izin dari BPOM," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Perizinan Masih Jadi Penghambat Utama Investasi
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menggelar rapat koordinasi terkait dengan evaluasi kelompok kerja paket kebijakan ekonomi Indonesia pada Senin kemarin. Hadir dalam rapat tersebut yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, dan Wakil Ketua Kelompok Kerja III Raden Pardede.
Yosana yang juga bagian dari Kelompok Kerja Penanganan dan Penyelesaian Kasus (Pokja IV) mengatakan, dalam rakor tersebut ada sebanyak 353 sengketa masalah perizinan investasi yang telah dilaporkan. Dari jumlah tersebut, Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia telah menyelesaikan lebih dari setengahnya.
"Ini penyelesaian sengketa investasi laporan Pokja IV dan Pokja III tentang paket kebijakan ekonomi. (Jumlah sengketa 353 buah, tapi sudah kami selesaikan lebih dari setengah. Masih ada beberapa bersangkutan nanti kami buat rakortas khusus untuk menyelesaikan," katanya seperti ditulis Selasa (16/7/2019).
Yosana mengatakan, selama ini yang menjadi hambatan sisi hukum sendiri kadang-kadang berasal dari Kementerian Lembaga dan swasta. "Ada beberapa yang sulit memang jadi kami akan selesaikan. Ingat semalam Presiden Joko Widodo sudah sampaikan harus selesaikan, janga persulit izin-izin," tegasnya.
Mirza Adityaswara menambahkan, selain menyelesaikan masalah proses perizinan, bagian Pokja III sendiri akan memfokuskan kepada peningkatan sektor industri agar bisa mendorong ekspor. Seperti misalnya, industri tekstil, garmen, sepatu, alas kaki, otomotif dan makanan-minuman.
"Kami juga lakukan survei dari responden-responden di sekitar dunia usaha. Bagaimana pendapat mereka mengenai paket-paket regulasi," katanya.
Mirza menuturkan, hasil survei yang dilakukan isu tenaga kerja masih menjadi yang utama. Kemudian Isu tentang perizinan, kecepatan perizinan kemudahan memperoleh izin itu juga masih menjadi isu yang dominan.
"Hasil Survei mengatakan bahwa perizinan di daerah lebih lambat daripada perizinan di pusat. Tentu saja sudah ada daerah-daerah yang sudah progresif, terkait perizinan sudah lebih cepat itu tentu ada. tapi jawaban secara umum koresponden mengatakan perizinan masih jadi masalah utama, dan perizinan di daerah itu juga masih jadi masalah utama," pungkasnya.
Mirza menambahkan, peranan Bank Indonesia sendiri sebagai pihak yang berperan untuk melakukan analisis dan melakukan evaluasi.
"Makanya kenapa BI diminta jadi ketua Pokja III terkait evaluasi karena dianggap pihak yang netral, di luar pemerintah tapi berkoordinasi dan bekerjasama dengan pemerintah," pungkasnya.
Advertisement