Ekonom Beberkan Kelemahan Kepemimpinan Jokowi Selama 5 Tahun

Jokowi disebut memiliki fokus tujuan pembangunan, namun tidak memiliki strategi yang matang dalam perencanaan hingga pelaksanaan visi tersebut.

oleh Athika Rahma diperbarui 17 Okt 2019, 18:38 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Ratas bertema 'Perbaikan Ekosistem Investasi' ini dilakukan Jokowi beserta para menteri guna merumuskan kebijakan konkret. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai kinerja kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah baik. Namun, ada kelemahan yang harus diperbaiki untuk masa jabatan yang akan datang.

Kelemahan tersebut adalah strategi. Piter menilai, Jokowi memiliki fokus tujuan pembangunan, namun tidak memiliki strategi yang matang dalam perencanaan hingga pelaksanaan visi tersebut.

"Jadi yang kita harapkan itu, ya, itu. Strategi. Itu yang lemah di periode ini. Pak Presiden hanya menentukan tujuan, membangun infrastruktur, tapi tidak jelas mau kemana. Sehingga ketika sudah siap, pemanfaatannya minim," tutur Piter saat ditemui di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

 

Lebih lanjut, Piter menilai kejelasan strategi akan membantu pemimpin negara menentukan orang-orang yang tepat untuk menjalankan misinya. Misalnya, kalau strategi ekonominya bersifat berani, maka jangan mencari orang yang cari aman. Begitu pula sebaliknya, jika strategi ekonominya agar stabil dan aman, jangan mencari orang yang berani dan menerobos.

Piter kemudian menyebutkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tidak memiliki strategi yang jelas. Dia mencontohkan salah satu kebijakan Menkeu, yaitu pemberian insentif pajak.

"Bu Menkeu beri insentif pajak yang banyak, tapi target penerimaan dinaikkan. Itu bagaimana? Artinya target penerimaan tidak bisa dipacu sebesar itu. Karena target penerimaan ditekan, ini justru mengurangi, kalau pajak ditingkatkan maka peluang konsumsi dan investasi menurun, dan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi menurun," ujarnya.

Oleh karena itu, Piter menilai Sri Mulyani lebih cocok menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Itu lebih sesuai dengan aura dan wibawanya.

"Kalau jadi Menkeu, mohon maaf menurut saya tidak (cocok). Bagusnya, jadi Menko. Wibawanya, bisa menghandle, itu lebih sesuai," tutup Piter.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Program Sudah Siap, Kabinet Baru Jokowi Langsung Tancap Gas

Kepala BKPM Thomas Lembong saat diskusi FMB 9 bertajuk 'Investasi Unicorn untuk Siapa?', Jakarta, Selasa (26/2). Sejalan dengan hal tersebut pemerintah juga berusaha untuk menarik dan memfasilitasi para investor. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, pemerintah sudah memiliki sejumlah program untuk menggenjot daya saing investasi Indonesia. Program-program tersebut akan langsung dijalankan sejak hari pertama kabinet baru dilantik.

Meskipun demikian, dia belum menjelaskan secara terperinci program-program tersebut. "Program sudah siap. Tinggal tunggu kabinet baru untuk langsung lari, langsung ngebet dengan dengan program yang sudah disusun," kata dia, saat ditemui, di ICE BSD, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Lembong mengatakan, salah satu program yang disiapkan akan cukup banyak berfokus pada peningkatan daya saing SDM Indonesia. 

"Istilahnya kita punya labour market yang terlalu kaku. vokasinya kurang. Terlalu banyak pekerja kita terjebak di sektor informal," ungkapnya.

"Reformasi yang bisa diterapkan seperti bantuan sosial, jaminan sosial, subsidi untuk latihan vokasi supaya pekerja kita bisa naik kelas. Supaya produktivitas bisa lebih tinggi. Itu salah satu program besar kita di periode kedua," jelas dia.

Perlu diakui bahwa kualitas SDM Indonesia masih harus ditingkatkan lagi. Sebab saat ini Indonesia masih kekurangan lulusan-lulusan berkualitas dari perguruan tinggi.

"Kekurangan insinyur, dokter, teknisi dan pelaku riset. Yang sudah ada harus tambah terampil lagi. Untuk itu kita mau mengundang misalnya universitas internasional untuk masuk ke sini supaya orang kita tidak usah jauh-jauh ke sana. Sudah dilakukan Vietnam 15 tahun yang lalu. Sudah dilakukan Malaysia 15 tahun lalu. Sudah waktunya kita juga melakukannya," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya