Liputan6.com, Jakarta - Utang Indonesia kian hari kian membengkak. Hingga Agustus tahun ini saja, utang pemerintah sudah menyentuh angka Rp 4.680,19 triliun.
Tak heran, persoalan utang ini selalu dikritisi oleh berbagai pihak, termasuk Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).
Dalam acara Dialog 100 Ekonom bersama Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis (17/10/2019), JK menyebutkan bahwa sikap pemerintah berutang adalah wajar, asal bisa membayar utang tersebut ke depannya.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk nutup belanja barang, ya, terpaksa berutang karena defisit, ya. Berutang dengan menerbitkan obligasi apakah dolar atau yen, belum tentu rupiah," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Dirinya menambahkan, selagi masih berada di bawah batas yang ditentukan teori perpinjaman, maka utang negara masih dikatakan aman. Sebagai informasi, Bank Dunia menyebutkan rasio utang dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 29 persen hingga 30 persen.
Lanjut JK, negara-negara tetangga seperti Malaysia punya rasio utang yang lebih tinggi, yaitu 50 persen. Bahkan, rasio utang Turki mencapai 80 persen dan hampir 100 persen.
"Kita masih 30 persen terhadap PDB, aman. Yang penting bisa bayar," tuturnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Pemerintah Naik Jadi Rp 4.680,19 Triliun di Agustus 2019
Posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2019 tercatat sebesar Rp 4.680,19 triliun. Angka ini naik Rp 76,57 triliun juga dibandingkan posisi utang pemerintah di akhir Juli 2019 sebesar Rp 4.603,62 triliun.
Berdasarkan data 'APBN Kita Edisi September' utang pemerintah berasal dari dua sumber. Yakni utang yang berasal dari pinjaman sebesar Rp 798,28 miliar dan surat berharga negara (SBN) berjumlah Rp 3.881,91 triliun.
Porsi pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 7,69 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 790,59 triliun. Jika dirinci, pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 316,37 triliun, multilateral Rp 435,13 triliun, dan komersial Rp 39,09 triliun.
Sementara, porsi surat berharga negara (SBN) terdiri dari denominasi rupiah dan valas. Adapun SBN denominasi rupiah jumlahnya mencapai Rp 2.833,43 triliun. Ini terdiri dari surat utang negara (SUN) Rp 2.343,65 triliun dan SBSN Rp 489,78 triliun.
Sedangkan untuk denominasi valas sebesar Rp 1.032,6 triliun yang terdiri dari SUN Rp 832,08 triliun dan SBSN Rp 216,4 triliun. Adapun rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 29,80 persen.
Advertisement