Liputan6.com, Jakarta - Revis Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah sebulan yang lalu disahkan. Seluruh partai politik di parlemen sepakat dengan revisi UU tersebut, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Depertemen Politik DPP PKS, Pipin Sofyan menyebutkan, pada dasarnya PKS hanya menyetujui revisi mengenai kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3.
Advertisement
"Terkait dengan SP3, PKS setuju, tetapi dua hal yang lain penyadapan dan dewan pengawas PKS tidak setuju," kata Pipin di kawasan Pancoran, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Menurutnya, bagaimana mungkin proses untuk mencari alat bukti mesti seizin dari dewan pengawas KPK. Hal itu menurutnya tidaklah rasional.
Selain itu, PKS juga tidak sepakat apabila anggota dewan pengawas dipilih oleh presiden.
"Kalau pun ada dewan pengawas ya (anggotanya) tidak dari (dipilih) presiden. Bisa dari masyarakat," tutur Pipin.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan video pilihan berikut ini:
Permohonan Perppu
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo tak mau banyak berkomentar soal UU KPK hasil revisi yang akan diberlakukan, Kamis, 17 Oktober 2019.
Agus menyatakan, pihaknya akan menunggu terlebih dahulu pelantikan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 20 Oktober 2019 mendatang. Usai dilantik, Agus bersiap untuk meminta kepada Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Nunggu beliau dilantik, setelah dilantik kita mohon lagi (penerbitan perppu)," ujar Agus saat dikonfirmasi, Rabu (16/10/2019).
Agus tak mau berspekulasi terkait apakah Jokowi akan menerbitkan perrpu atau tidak. Sejauh ini, dia hanya ingin menunggu pelantikan Jokowi dan Maruf Amin.
"Kita tunggu setelah dilantik, beliau pendapatnya apa?" kata Ketua KPK.
Advertisement