Liputan6.com, Beijing - Di tengah perang dagang, ternyata perusahaan China masih unggul ketimbang perusahaan Amerika Serikat (AS) di daftar Fortune Global 500. Tercatat, lebih banyak perusahaan China yang menembus daftar itu ketimbang perusahaan AS.
Perusahaan China dengan posisi tertinggi di daftar itu adalah Sinopec Group, sebuah perusahaan minyak dan gas asal Beijing. Perusahaan dengan 619 ribu pegawai itu berada di posisi 2 dan memiliki revenue sebesar USD 414 juta di tahun 2018.
Baca Juga
Advertisement
Meski perusahaan AS berada di posisi 1, yakni jaringan ritel Walmart, perusahaan China ternyata mendominasi 10 besar. China National Petroleum berada di posisi 4 dan State Grid di posisi 5. Tiga-tiganya adalah perusahaan BUMN China di sektor energi.
Menurut South China Morning Post, tercatat ada 129 perusahaan China, termasuk 10 dari Taiwan, yang ada di daftar Forbes. Angka itu naik dari tahun sebelumnya, yakni 29 perusahaan.
Jika tidak menghitung Taiwan, maka ada 119 perusahaan China dan Hong Kong yang masuk daftar itu. Angka itu tetap dinilai bersejarah bagi Fortune karena hanya selisih dua perusahaan dari AS yakni 121 perusahaan.
Peringkat tiga perusahaan BUMN China itu juga di atas perusahaan beken lainnya seperti Chevron, Apple, kemudian Berkshire Hathaway milik investor legendaris Warren Buffett, serta Amazon yang dibangun orang terkaya di dunia Jeff Bezos.
Ada satu perusahaaan Indonesia yang menembus daftar ini, yakni Pertamina. Secara keseluruhan, 500 perusahaan Fortune Global mencetak uang USD 2,15 triliun di tahun 2018 dan mempekerjakan 69,4 juta orang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kesepakatan AS-China Dorong Penguatan Rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini.
Mengutip Bloomberg, Senin, 14 Oktober 2019, rupiah dibuka di angka 14.130 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan sebelumnya yang ada di angka 14.137 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus menguat ke 14.116 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.114 per dolar AS hingga 14.139 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,90 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia(BI), rupiah dipatok di angka 14.126 per dolar AS. Menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.139 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah masih melanjutkan penguatan pada akhir pekan lalu. "Dalam perdagangan minggu ini pasar akan fokus kembali terhadap pertemuan AS dan China serta hasil kompromi Inggris dengan Uni Eropa," kata Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dikutip dari Antara.
Negosiasi perang dagang antara AS dan China membuahkan hasil. Presiden AS Donald Trump mengatakan kedua negara telah masuk pada fase pertama kesepakatan guna mengakhiri perang dagang.
AS akan menangguhkan kenaikan tarif yang sebelumnya akan diberlakukan AS pada Oktober. AS berjanji menunda kenaikan tarif hingga 30 persen, dari sebelumnya 25 persen, terhadap barang China senilai USD 250 miliar yang seharusnya berlaku 15 Oktober 2019 besok.
Terkait Brexit, dari laporan Sunday Times, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker pada Senin ini untuk mendesak mereka mendukung kesepakatan Brexit.
Kepada ketiga pemimpin tersebut, Johnson akan menawarkan pilihan, yaitu apakah mereka membantu dia dengan menyetujui kesepakatan Brexit (pemisahan Inggris dari Uni Eropa) atau menyetujui model yang lebih bersahabat atas Brexit yang tanpa kesepakatan paling lambat 31 Oktober.
Advertisement
Indonesia Banjir Impor Komponen Ponsel dari China
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, mencatat impor Indonesia pada September 2019 sebesar USD 14,26 miliar. Mayoritas impor masih disumbang oleh China sebesar USD 3,8 miliar.
"Pada September komoditas utama yang kita impor dari Tiongkok adalah handphone tanpa baterai kemudian notebook," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Menurut data BPS, selain impor handphone tanpa baterai Indonesia juga mengimpor barang-barang lain dari negara tirai bambu tersebut. Beberapa di antaranya seperti mesin pesawat mekanik, peralatan listrik, besi baja, perabotan hingga penerangan rumah.
"Untuk beberapa negara impor non-migas kita mengalami peningkatan. Impor dari China mengalami peningkatan USD 142,6 juta dari bulan Agustus ke bulan September 2019," jelasnya.
Selain China, negara lain pemasok barang impor ke Indonesia adalah Ukraina, Korea Selatan, Singapura dan Jepang. Keempat negara tersebut mengimpor serelia, transmisi, emas dan mesin pesawat mekanik.
"Impor kita dari Ukraina mengalami peningkatan, dari Ukraina ini kalau kita bedah ke dalam barangnya adalah serelia dan juga mesin pesawat mekanik. Ekspor dari Korea Selatan juga mengalami peningaktan USD 140 juta. Sementara dari Jepang, beberapa transmisi dan mesin. Dari Singapura adalah emas," katanya.