Menkominfo: Masyarakat Tak Perlu Khawatir Soal Aturan Blokir IMEI

Pemerintah memastikan aturan ini tidak mengganggu pemilik ponsel yang ada saat ini.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 18 Okt 2019, 11:41 WIB
Barang bukti diperlihatkan saat rilis penyelundupan perangkat telekomunikasi elektronik, Jakarta, Kamis (29/8/2019). Polda Metro Jaya mengamakan 5.572 HP berbagai merek dari China ke Jakarta tanpa membayar pajak dengan nilai kerugian negara ditaksir Rp4,5 triliun. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, beserta Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya meneken peraturan tentang pemblokiran ponsel BM via IMEI pada hari ini, Jumat (18/10/2019).

Meski sudah diteken, Menkominfo Rudiantara memastikan aturan ini tidak langsung berdampak pada pengguna ponsel saat ini. Terlebih, masih ada waktu enam bulan sebelum aturan ini akan berlaku.

"Ada waktu enam bulan dan tidak ada perubahan di sisi pelanggan. (Namun) ini nanti setelah enam bulan kemungkinan ada, itu pun pada pelanggan yang membawa ponsel dari luar, yang tidak ya tidak masalah," tutur Rudiantara di Jakarta, Jumat (18/10/2019).

Oleh sebab itu, dia mengatakan masyarakat saat ini tidak perlu khawatir dan melakukan perubahan apapun. "Masyarakat tidak harus melakukan apa-apa kalau memang legal," ujarnya melanjutkan.

Hal itu ditegaskan pula oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Menurutnya, pemilik ponsel yang ada saat ini tidak perlu gusar, sebab tidak akan terganggu dengan adanya aturan ini.

"Sistem ini tidak akan menggangu individu pengguna ponsel dan pedagang, ada waktu enam bulan. Jadi, tidak ada ruang untuk ponsel black market (BM)," tuturnya menjelaskan.

Untuk diketahui, penandatangan peraturan menteri ini dilakukan langsung oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Permen ini sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi IMEI serta melakukan perlindungan konsumen dan industri ponsel dalam negeri. Sebelumnya, aturan ini akan diteken bersamaan dengan Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus, tapi rencana itu batal.


BRTI Siapkan Aturan untuk Atasi Kloning IMEI

Pegawai mengecek handphone/smartphone di salah satu gerai di Jakarta, Kamis (7/4/2019). Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan pemblokiran ponsel ilegal atau black market berdasarkan pada validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penerapan aturan pembatasan IMEI ponsel di Indonesia ditakutkan akan memunculkan masalah baru yakni kloning IMEI yang diterapkan pada ponsel black market dari luar negeri.

Pemerintah melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun menyebut telah menyiapkan seperangkat aturan untuk menangani kemungkinan adanya masalah kloning IMEI yang dikhawatirkan banyak pihak ini.

Diungkapkan oleh Komisioner BRTI Agung Harsoyo, BRTI tengah mendiskusikan adanya regulasi yang mengatur kloning IMEI ini. Menurut Agung, secara teorertis, IMEI yang ada pada perangkat harusnya bisa dikunci (lock).

"IMEI yang berbasis hardware secara teoretis maupun praktis, harusnya bisa di-lock. Mirip dengan SIM card kita, ada bagian yang tidak dapat diubah oleh pihak lain. Kami sedang mendikusikan regulasi terkait perangkat ini," kata Agung ditemui di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Agung mengatakan, regulasi nantinya mengatur bahwa tiap smartphone atau perangkat yang masuk ke Indonesia, IMEI-nya harus dikunci.

Ketika IMEI sudah dikunci, tidak akan bisa lagi diakses melalui sistem operasi. Sementara, saat ini IMEI tidak dikunci, sehingga sistem operasi bisa menggantikan IMEI sebuah perangkat dengan identitas lainnya.

"Kami tengah memikirkan mekanisme pelaporan bahwa IMEI telah dikunci, sehingga perangkat yang tidak comply (sesuai aturan) tidak boleh masuk ke Indonesia," kata Agung.

Sayangnya, Agung tidak menyebutkan kapan aturan ini akan diberlakukan. "Tidak dalam waktu dekat," ujarnya.


Pengamat: Operator Bisa Blokir IMEI Tanpa Mesin EIR

Handphone/smartphone terpajang di salah satu gerai di Jakarta, Kamis (7/4/2019). Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementarian Komunikasi dan Informatika masih terus menggodok aturan pemblokiran ponsel ilegal atau black market. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, pengamat Telekomunikasi Agung Harsoyo mengatakan, pemblokiran nomor IMEI (international mobile equipment identity) sebenarnya bisa dilakukan tanpa equipment identity register (EIR).

Namun, Agung mengatakan, metode pemblokiran apa yang dipakai tergantung dari peraturan tiga menteri tentang registrasi IMEI yang akan diterbitkan pemerintah.

"Dari sisi teknis, sebenarnya mekanisme untuk membloir IMEI itu tidak harus menggunakan sistem EIR," kata Agung di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

EIR sendiri merupakan mesin pendeteksi IMEI yang dipakai untuk memblokir ponsel black market (ponsel BM). Rencananya, investasi untuk mengembangkan mesin EIR akan dibebankan kepada operator seluler.

Namun, beberapa waktu lalu Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), merasa keberatan jika investasi dibebankan sepenuhnya kepada mereka karena dianggap mahal.

Kembali ke mekanisme pemblokiran IMEI, Agung mengatakan, mesin EIR memang dibutuhkan jika pemerintah ingin memblokir ponsel BM secara perangkatnya.

"Untuk blokir IMEI tidak harus menggunakan EIR. Sebenarnya operator bisa melakukan pemblokiran IMEI, artinya begini, jika daftar IMEI yang di-blacklist sudah dikeluarkan, operator mana pun tidak bisa memberikan layanan kepada pemilik smartphone dengan IMEI yang diblokir," ujar Agung menjelaskan.

(Dam/Isk)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya