Cerita Akhir Pekan: Kenapa Mayoritas Orang Indonesia Suka Sambal?

Sambal telah begitu melekat dalam kuliner khususnya masyarakat di Tanah Air.

oleh Putu Elmira diperbarui 19 Okt 2019, 08:30 WIB
Sambal gandaria Rumah Makan Pondok Bakar Patin (Liputan6.com/Novi Nadya)

Liputan6.com, Jakarta - Kuliner khas Tanah Air tak hanya beraneka ragam, tetapi juga kaya akan rasa. Sajian-sajian menggugah selera tersebut tercipta lewat perpaduan bahan serta bumbu yang kian menambah cita rasa.

Bicara soal santapan Nusantara, kurang lengkap rasanya jika tak menyertakan sentuhan pedas di dalamnya. Seperti kehadiran sambal yang kerap disandingkan dengan berbagai hidangan hingga memberi sensasi berbeda.

Sulit dipungkiri, selain sajian yang pedas, mayoritas orang Indonesia begitu jatuh cinta dengan sambal. Berbagai daerah di Tanah Air pun memiliki sambal khas bersama penyajian yang tak kalah menarik.

Lantas, apa yang membuat kebanyakan orang Indonesia begitu menyukai sambal? William Wongso, sang pakar kuliner memberikan pandangannya mengenai hal tersebut.

"Sambal dalam istilah Barat sebagai kondimen. (Menyantap sambal) sudah menjadi kebiasaan pada umumnya. Di Indonesia mindset kalau makan ada sambal," kata William saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 17 Oktober 2019.

William menambahkan, sensasi rasa pedas menjadi semacam sentuhan selera yang tidak bisa dihindarkan. Hal tersebut juga mengacu pada harapan untuk rasa pedas hadir pada santapan yang dimakan.

"Di Aceh tidak ada sambal, itu pola mereka. Seperti sambal udang yaitu udang yang dilumatkan dengan belimbing wuluh, itu bukan sambal tetapi lauk," lanjutnya.

Ia menyampaikan di berbagai wilayah di Indonesia memiliki banyak jenis sambal. Tetapi bagaimana pintar-pintarnya dengan tradisi untuk memadu madankan sambal mereka dengan makanan tertentu.

"Di Manado ada sambal bakasang namanya yang dimakan bersama pisang," jelas pakar kuliner sekaligus chef berpengalaman tersebut.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sambal di Berbagai Daerah

Sambal roa, sajian khas Manado, Sulawesi Utara. (dok. Instagram @andreaalexakaeng/https://www.instagram.com/p/Br1jWPKH9Dm/Asnida Riani)

Menurut William Wongso, selain sebagai kondimen, sambal juga jadi penggugah selera. Meski begitu, kecintaan masyarakat soal makanan pedas pun tidak kalah beragam.

"Bervariasi, banyak yang saya temui tidak suka pedas, ada juga yang suka tidak terlalu pedas, ada juga yang suka pedas ekstrem," ungkap pria kelahiran Malang ini.

Nusantara pun hadir dengan beragam pilihan sambal yang dibuat dengan bahan dan cara yang berbeda. Rasa dan sensasi yang diberikan pun tak kalah beraneka ragam.

"Seperti sambal Padang yang tidak pedas. Masakan Minang tidak pedas kecuali kapau. Sambal Lombok dari tomat termasuk pedas. Salah satu yang pedas itu sambal tempong asli Banyuwangi," lanjutnya.

Pembuatan sambal tempong sendiri jelas William memiliki kaidahnya. Ada perpaduan tomat, terasi, dan tomat asli Banyuwangi yang akrab disebut tomat ranti.

"Tomat ini cocok untuk sambal karena tidak berair sehingga hasil sambal lebih pekat. Itu ciri khas dari tomat ranti," kata William.

Sementara di Manado, tak hanya sambal bakasang, ada pula sambal roa. "Di sana makanan yang sudah pedas itu rica-rica," sambung pemilik Vineth Bakery ini.

"Sambal ada yang jenisnya sambal dimasak dan ulek. Sambal dimasak itu seperti yang di botol," kata William.

Sementara, di Jawa Tengah ketika ibu-ibu membuat sambal ada istilah "boksiya". "'Bok' itu dari kata lombok, 'si' itu terasi dan 'ya' uyah yang berarti garam. Mereka percaya ketika mau mengulek sambal ada prosedur, lombok diulek, diberi terasi, baru garam," tambahnya.


Cerita Penyuka Sambal

Ilustrasi makan pedas (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Sensasi pedas yang ada pada sambal telah berhasil memikat banyak orang termasuk Febriany, seorang pegawai swasta di Jakarta. Kecintaannya pada kuliner pedas khususnya sambal telah dirasakan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.

"Karena sambal enak sensasinya beda. Sambal biasanya apa saja yang penting pedas kalau ada sambal rebus atau sambal kukus," jelas Febriany kepada Liputan6.com, Kamis, 17 Oktober 2019.

Ia menambahkan, memang tidak selalu menyantap hidangan dengan sambal, tetapi dapat mengganti sensasi pedas dengan cabai iris. Meski begitu, Febriany pernah memiliki pengalaman tak menyenangkan usai menyantap sambal.

"Sakit perut sampai ingin pingsan waktu jalan ke kantor karena malamnya habis makan mi goreng pedas. Tapi setelah BAB sembuh dan bisa sadar lagi," tambahnya.

Selain pengalaman itu, Febriany juga punya cerita menarik soal sambal. Semua bermula ketika ia makan di sebuah kedai di kawasan Kemang, Jakarta Selatan yang menurutnya memiliki sambal yang enak.

"Sambalnya enak banget, pedas banget. Kalau orang yang nggak suka pedas mungkin tidak suka karena itu terlalu ekstrem pedasnya. Saking penasarannya, sampai makan berkali-kali di situ cuma untuk merasakan ini sambal apa, cara bikinnya gimana," ungkapnya.

Begitu terpikatnya, ia akhirnya bisa mengetahui bagaimana cara membuatnya. Adalah metode kukus yang digunakan setelah observasi dengan makan berkali-kali di sana.

"Setelah makan di sana, akhirnya kalau mau makan sambal pasti saya pakai sambal kukus, terasi, garam, sama tomat sedikit," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya