Cerita Rakyat Sawunggaling dari Surabaya (1)

Cerita rakyat yang terkenal di Surabaya adalah Sawunggaling. Bahkan di Surabaya terdapat Makam Sawunggaling yang kini bisa dikunjungi oleh masyarakat setempat.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2019, 06:00 WIB
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya akan menggelar pentas seni bertajuk Sawunggaling. (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak daerah di Indonesia menyimpan cerita rakyatnya. Cerita rakyat merupakan cerita dari kejadian lampau yang diturunkan pada setiap generasi. 

Cerita rakyat biasanya menyimpan ciri khas, kultur budaya, dan sejarah dari masing-masing daerah. Cerita ini kemudian berkembang di kalangan masyarakat, dan biasanya tidak diketahui siapa pengarangnya. 

Cerita rakyat yang terkenal di Surabaya adalah Sawunggaling. Bahkan di Surabaya, Jawa Timur terdapat Makam Sawunggaling yang kini bisa dikunjungi oleh masyarakat setempat. 

Tokoh Sawunggaling ini juga kadang menjadi tema acara dan juga dipentaskan. Salah satunya saat Pemerintah Kota Surabaya menggelar pertunjukan kesenian bertajuk Sawunggaling Anak Dunia” dari Rumah Kreatif binaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya pada Minggu, 18 Agustus 2019.

Belum banyak yang tahu tentang tokoh cerita rakyat Surabaya ini. Berikut Liputan6.com rangkum kisah Sawunggaling dari cerita bergambar karya Yustina Hastrini Nurwanti dan Th. Esti Wuryansari dikutip dari laman Kementerian Pendidikan: 

Awal Kisah

Di Kadipaten Surabaya, terdapat sebuah desa yang letaknya di pinggir hutan. Desa itu bernama Lidah Donowati. Di sana tinggallah Demang Wangsadrana dengan Mbah Buyut Suruh serta anak angkat mereka Dewi Sangkrah yang jelita. 

Suatu hari, Bupati Surabaya Kanjeng Adipati Jayengrana bersama Patih Suderma sedang berburu di hutan sekitar Desa Lidah Donowati. Ketika sedang melalui rawa, tak disangka Adipati Jayengrana bertemu dengan Dewi Sangkrah yang sedang mencuci pakaian. Mereka pun kemudian berkenalan, saling jatuh cinta, lalu menikah. 

Seiring waktu berjalan, tiba saatnya Jayengrana harus kembali ke Kadipaten Surabaya untuk melanjutkan tugasnya sebagai Adipati. Kala itu, Dewi Sangkrah sedang hamil tua. 

Jayengrana pun tetap berpamitan dan memberikan sehelai kain (cindhe) untuk Dewi Sangkrah. Kejadian tersebut disaksikan juga oleh Eyang Wangsadrana. 

 

 

 

*** Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kisah Putra dari Dewi Sangkrah

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya akan menggelar pentas seni bertajuk Sawunggaling (Foto: Humas Pemkot Surabaya)

Tak lama, Dewi Sangkrah melahirkan seorang putra. Putra itu diberi nama Jaka Berek. Nama tersebut adalah pemberian dari Jayengrana sendiri.  

Jaka Berek tumbuh menjadi anak yang mandiri dan rajin. Ia sering ditugaskan untuk mencari kayu bakar di hutan. Selain itu, Ia juga berlatih olah kanuragan dan memanah bersama Eyang Wangsadrana. 

Suatu hari, Jaka Berek dan teman-temannya berkumpul membawa ayam kesayangannya masing-masing. Ayam Jaka Berek diberi nama Wiring Kuning. Ayam itu sering diberi makan buah galing, maka dijuluki juga dengan Sawunggaling. 

Pulang dari pertemuan itu Jaka Berek sedih. Ia diolok-olok karna tidak mempunyai ayah. Akhirnya Dewi Sangkrah menjelaskan sosok ayah pada Jaka Berek. 

"Ngger sudah saatnya kamu mengetahui siapa ayahmu. Ayahmu, seorang Adipati Surabaya, bernama Adipati Jayengrana,” ucap Dewi Sangkrah pada Jaka Berek. 

Akhirnya Jaka Berek alias Sawunggaling memutuskan ingin bertemu ayahnya. Eyang dan ibundanya memberi nasehat sebelum melakukan perjalanan. Dewi Sangkrah juga memberikan cindhe miliknya pada Jaka Berek.  "Bawalah cindhe puspita ini, doa ibu menyertaimu,"


Jaka Berek Bertemu Sang Ayah

Jaka Berek bertemu Sang Ayah

Setelah melalui perjalanan yang panjang melalui hutan, akhirnya Jaka Berek sampai di tempat tujuannya yaitu Kadipaten Surabaya dengan selamat. Ia pun duduk di alun-alun Kadipaten bersama ayam jagonya. 

Tanpa disadari, seseorang mendekati Jaka Berek. Orang itu adalah Patih Suderma. Setelah menanyakan maksud kedatangan Jaka Berek, akhirnya Patih Suderma mengajak anak laki-laki itu masuk. 

Di pendapa kadipaten sedang ada pisowanan. Jaka Berek kemudian menunjukkan cindhe titipan ibunya pada Adipati Jayengrana. Seketika Jaka Berek langsung dipeluk oleh Adipati Jayengrana. Hal itu disaksikan pula oleh lima saudara Jaka Berek yang lain. 

"Anakku semuanya, yang baru saja datang ini namanya Jaka Berek alias Sawunggaling, dia berasal dari Desa Lidah Donowati, dia juga saudaramu,” ucap Adipati Jayengrana.

Muncul reaksi tidak senang dari anak-anak Adipati Jayengrana yang lain. Mereka meminta untuk menguji Jaka Berek untuk melihat kesaktian yang dimiliki. Akhirnya tanpa rasa takut, Sawunggaling siap menghadapi pendadaran. Ia mampu melewati pendadaran itu dengan baik. 

 

(Bersambung)

 

(Kezia Priscilla, mahasiwi UMN)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya