Sejumlah Pemuda Akui Sengaja Buat Rusuh Demonstrasi di Catalonia

Barcelona mengalami malam terburuk dari protes kekerasan berujung bentrok yang anarkis, dan diduga pembuat rusuhnya adalah anak muda.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2019, 16:11 WIB
Demonstran pro kemerdekaan Catalonia merusak tempat sampah dan besi pembatas di Barcelona, Spanyol, Minggu (25/3). Demonstran memprotes penangkapan mantan pemimpin ekstrem Catalonia, Carles Puigdemont. (Foto AP/Emilio Morenatti)

Liputan6.com, Catalonia - Demonstrasi yang melanda Catalonia semakin menjadi-jadi. Beberapa demonstran kian anarkis dan menimbulkan kerusuhan serta kekerasan di beberapa tempat.

Aksi ini dipicu pemenjaraan sembilan pimpinan separatis, dan yang membuat onar diduga para anak-anak muda yang tidak terima dengan pemenjaraan itu.

Dikutip dari AFP, Senin (21/10/2019), seorang demonstran yang mengaku bernama Aida mengatakan, ia bahkan tidak menyangka menjadi bagian dari aksi tersebut.

"Saya berusia 24 tahun, punya gelar master dan punya pekerjaan. Saya tidak pernah membayangkan kalau saya ikut demonstrasi, membakar barikade dengan wajah yang tertutup topeng," ujarnya.

Ia juga mengaku telah bergabung dalam aksi tersebut sejak Mahkamah Agung Spanyol menjatuhkan hukuman pada sembilan pemimpin separatis Catalan dengan hukuman penjara 13 tahun.

Hampir 600 orang terluka dalam bentrok dengan polisi ini. Para demonstran membakar mobil, tempat sampah, dan melempari polisi dengan batu. Polisipun merespons dengan tongkat dan peluru karet.

"Saya tidak membenarkan kekerasan, kami di sini hanya membela diri dari perlakuan buruk polisi," kata Aida.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Simak Video Pilihan Berikut:


13 Persen Pembuat Ricuh Orang Asing

Para demonstran Catalonia melakukan unjuk rasa di bandara sebagai salah satu bentuk perjuangan akan kemerdekaan. (Source: AFP/ Lluis Gene)

Seperti Aida, mereka yang bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi rata-rata ada di bawah umur, dengan kelakuan yang anarkis mereka menari-nari di depan barikade yang dibakar.

Olivier Cauberghs, seorang ahli Belgia dalam mendeteksi dan mencegah radikalisasi, mengatakan kaum muda Catalan yang pro-kemerdekaan yang baru saja beralih ke kekerasan, telah melalui proses panjang dan tidak memutuskan untuk berubah menjadi anarkis dalam semalam.

"Mereka beraksi pada kekerasan polisi yang merusak refendum kemerdekaan yang dilaran diadakan pada Oktober 2017 serta deklarasi kemerdekaan yang gagal setelahnya," kata Olivier.

Para demonstran juga mempopulerkan grafiti dan akronim 'ACAB' yang merupakan singkatan dari "All Cops Are Bastard" di dinding, halte bus, dan etalase toko.

Menteri Dalam Negeri Spanyol Fernando Grande-Marlaska mengatakan pada Jumat, 18 Oktober 2019, "kelompok-kelompok kekerasan yang memfokuskan kekerasan mereka pada polisi nasional secara terorganisir" adalah di antara mereka yang berada di belakang kekerasan. Dia tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa pemuda radikal telah datang dari negara-negara Eropa lainnya untuk menimbulkan masalah.

Juru bicara kementerian dalam negeri mengatakan 13 persen dari orang yang ditangkap pada protes itu adalah orang asing.


Anak Muda Tak Paham Keadaan

Demonstran pro kemerdekaan Catalonia memprotes penangkapan Carles Puigdemont di Barcelona, Spanyol, Minggu (25/3). Mantan pemimpin ekstrem Catalonia itu ditangkap saat akan masuk ke Jerman dari Denmark. (AP Photo/Manu Fernandez)

Anak-anak muda lain, yang menganggur dan tidak berpolitik, mengatakan mereka berada di protes dengan maksud menyebabkan kerusuhan.

"Saya merasa Spanyol dan saya bukan separatis. Saya datang untuk menimbulkan kekacauan dan juga karena saya pikir itu tidak benar untuk memenjarakan para politisi karena pendapat mereka," kata seorang wanita berusia 19 tahun.

Dia menolak disebutkan namanya karena dia mengambil bagian dalam kekerasan terhadap polisi.

"Polisi harus memahami bahwa kita tahu bagaimana menunjukkan ketidaksenangan kita, kita tidak takut apa pun," tambahnya.

Temannya yang berusia 17 tahun, yang juga menolak disebutkan namanya, berasal dari Venezuela dan tinggal di rumah kesejahteraan remaja. Juga mengkritik "kekerasan polisi".

Kedua anak muda itu, yang tinggal di pinggiran Barcelona, ​​tidak bisa berbahasa Catalan dan tidak memiliki hubungan dengan gerakan separatis.

"Para pemuda ini tidak memiliki pendidikan yang baik, tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki perspektif masa depan," kata Olivier.

"Mereka mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap masyarakat yang memperlakukan mereka tanpa keadilan," tambah Olivier.

 

 

Reporter: Windy Febriana

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya