Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan minyak negara Ekuador, Petroecuador menyatakan kembali melanjutkan ekspor minyak mentah setelah sempat terhenti akibat demonstrasi yang menewaskan enam orang. Hal itu dilakukan setelah protes pada Oktober akibat langkah-langkah penghematan pemerintah hingga memaksa mengumumkan force majeure.
Ekuador sempat menghentikan penjualan minyak mentah dan menutup jalur pipa minyak negara pada 9 Oktober 2019. Hal itu karena sedikitnya 20 ladang sudah menangguhkan operasi di tengah protes yang bergulir, seperti dilansir financialpost.com.
Advertisement
Sebelumnya, protes yang dimulai 3 Oktober 2019 lalu menewaskan setidaknya delapan orang. Tak hanya itu, properti pribadi dan infrastruktur minyak juga turut mengalami kerusakan imbas demo.
Dikutip dari channelnewsasia.com, Petroecuador juga turut memberi pernyataan atas dilanjutkannya lagi operasi minyak mereka.
"Produksi minyak telah pulih, sehingga pengoperasian Sistem Pipa Minyak Trans-Ekuador (SOTE) telah distandarisasi," kata perusahaan tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Semua ekspor yang ditangguhkan akan dijadwal ulang dalam beberapa hari mendatang," tambah mereka.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Keputusan Presiden
Presiden Ekuador, Lenin Moreno mencabut penghapusan subsidi diesel dan bensin setelah protes keras yang dipimpin oleh gerakan masyarakat adat/penduduk asli.
Dikutip dari financialpost.com, data resmi menunjukkan Ekuador kehilangan 1,5 juta barel produksi minyak mentah antara 7 Oktober dan 13 Oktober.
Sementara itu, Petroamazonas yang juga milik negara mengatakan pihaknya membutuhkan 48,4 juta dolar atau sekitar 680 miliar rupiah lebih untuk memperbaiki kerusakan.
Sebelum protes, Ekuador menghasilkan sekitar 545.000 barel per hari (bph). Pemerintah Moreno telah memutuskan bahwa Ekuador akan menarik diri dari OPEC pada Januari untuk meningkatkan produksi.
Advertisement
Imbas Demonstrasi
Negara Ekuador dilanda demonstrasi selama 12 hari yang dipimpin oleh kelompok-kelompok pribumi/masyarakat adat asli setempat. Mereka menentang kenaikan harga bahan bakar.
Sebelumnya, kerusuhan terjadi di ibu kota Ekuador, Quito. Hal itu memaksa Presiden Lenin Moreno memindahkan pemerintah ke kota lain, Guayaquil.
Dikutip dari channelnewsasia.com, lebih dari dua pertiga dari distribusi minyak mentah dibekukan setelah pengunjuk rasa menyita fasilitas minyak di Amazon hampir dua minggu lalu.
Sampai pada akhirnya, kedua pihak antara Presiden Lenin Moreno dengan para pemimpin protes mencapai kesepakatan pada 13 Oktober 2019.
Presiden Ekuador berjanji menarik kemnbali pemotongan subsidi bahan bakar yang direncanakan.
Reporter: Hugo Dimas