Zombieland Double Tap: Pemain Tampil Solid, Sayang Cerita Kurang Detail

Zombieland Double Tap menempatkan manusia dan zombi sebagai makhluk yang sama-sama berproses.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Okt 2019, 14:30 WIB
Zombieland Double Tap menempatkan manusia dan zombi sebagai makhluk yang sama-sama berproses. (Columbia Pictures)

Liputan6.com, Jakarta Zombieland Double Tap lanjutan dari film Zombieland, yang dirilis 10 tahun silam. Zombieland 2009 salah satu raksasa kecil di Hollywood pada eranya. Dibiayai 23,6 juta dolar AS (330,4 miliar rupiah), film Zombieland sukses meraup pendapatan kotor 102,4 juta dolar AS (sekitar 1,4 triliun rupiah).

Tak heran proyek Zombieland Double Tap kemudian digagas. Yang menarik, Zombieland Double Tap berhasil mempertahankan empat bintang utama, yakni Woody Harrelson, Jesse Eisenberg, Abigail Breslin, dan aktris peraih Oscar Emma Stone.

 

Puas dengan hasil akhir jilid perdana, Columbia Pictures menggandakan biaya produksi menjadi 48 juta dolar AS (672 miliar rupiah). Minggu (20/10/2019) malam, film ini telah meraup 32 juta dolar AS di Amerika Utara dan Kanada saja. Artinya, balik modal dalam hitungan hari sangat mudah dan tembus 100 juta dolar AS bukan mustahil.

Lantas apa yang membuat Zombieland menjadi waralaba kecil dengan keuntungan besar? Selain durasi ringkas, misi film ini mengajak penonton bersenang-senang dengan sederet bintang papan atas.

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS


Masuknya Barkeley

Zombieland Double Tap. (Columbia Pictures)

Zombieland Double Tap menempatkan manusia dan zombi sebagai makhluk yang sama-sama berproses. Sebagian zombi bermutasi menjadi lebih kuat, tak mudah dibunuh meski telah berkali-kali di tembak, dan fisik tahan banting. Mereka ini layaknya T-800 di Terminator.

Di sisi lain manusia berkoloni untuk menguatkan pertahanan. Columbus (Jesse Eisenberg), Wichita (Emma Stone), Tallahassee (Woody Harrelson), dan Little Rock (Abigail Breslin) menetap di Gedung Putih yang kini tak terpakai. Dalam kondisi genting, Colombus melamar Wichita. Lamaran ini ditolak.

Suasana makin kacau setelah Little Rock mengenal pemuda tampan cinta damai, Berkeley (Avan Jogia). Rayuan maut Berkeley membuat Little Rock terbuai. Keduanya kabur menuju tempat aman bernama Babylon. Melihat adiknya pergi, Wichita melakukan pencarian.

Tinggal Columbus dan Tallahassee bertahan di gedung itu. Dalam perjalanan mencari makanan di bekas mal, Columbus bertemu Madison (Zoey Deutch). Kali pertama melihat Columbus, Madison jatuh hati. Ia mengaku bertahan hidup dari serangan zombi dengan mendekam di kotak es.

 


Ciri Khas

Zombieland Double Tap. (Columbia Pictures)

Zombieland Double Tap mempertahankan ciri khas dengan memperlihatkan deretan aturan hidup dan bagaimana mengatasi zombi. Hal lain yang dipertahankan sekuel ini, selera humor. Kadang tampak aneh, kadang berhasil membuat penonton terbahak.

Lelucon yang tampak aneh ini bisa jadi lelucon khas Amerika. Bagi audiens negeri Paman Sam, leucon ini sukses mengocok perut penonton. Bagi audiens Indonesia, belum tentu. Namun yang sudah pasti lucu, hadirnya karakter anyar Madison yang dibawakan dengan tanpa beban oleh Zoey.

 


Si Pirang Madison

Zombieland Double Tap. (Columbia Pictures)

Posisi Madison sebenarnya agak dilematis. Mengingat, ia digambarkan sangat klise. Gadis cantik, rambut pirang, berpenampilan bling-bling, berbaju pink layaknya boneka Barbie. Jangankan baju, tas jinjing, kotak rias, dan koper pun pink.

Otaknya pas-pasan, hidupnya lempeng aja, dan beberapa dialog mencerminkan prinsip: pikirin saja hidup yang sekarang. Urusan besok, dipikirkan besok. Madison menajamkan stigma bahwa cewek cantik berambut pirang pasti otaknya cekak. Ia kebalikan karakter Wichita yang menjadi primadona di film ini.

Meski klise, Madison justru jadi penyegar. Gesturnya saja sudah mengundang tawa bahkan sejak ia memperkenalkan diri dengan gaya sok asyik. Belum lagi kali pertama interaksi dengan Wichita di mobil. Zoey tampak santai dan tidak merasa perkataannya (maaf) bodoh, sementara ekspresi Emma yang beberapa kali mengernyitkan dahi dan memicingkan mata amat natural.

Tak heran saat Madison absen dari layar, sejumlah penonton kecewa dan merindukannya. Madison titik klise sekaligus kekuatan baru film ini.


Agak Kedodoran

Memiliki selara humor yang khas serta penokohan kuat, Zombieland Double Tap agak kedodoran di detail visual dan alur. Pertama, detail zombi spesies T-800. Spesifikasi kekuatan spesies ini kurang tergambar jelas. Apa kekuatannya, mengapa berkali-kali ditembak masih hidup, dan mengapa kepalanya bisa lebih mudah hancur.

Kedua, gambaran Babylon di mana penghuninya kerap memainkan kembang api di ujung pesta. Kembang api yang menari di udara menarik perhatian zombi. Kita tak tahu mengapa baru pada momen itu, Babylon diserang.

Tak terjelaskan pula bagaimana kondisi Babylon sebelum Columbus dan gengnya hadir. Catatan lain tentu saja soal visual pertempuran di Babylon. Terlepas dari luputnya beberapa detail, Zombieland Double Tap tetap jadi suguhan menghibur. Ia setia pada ritme cerita dinamis dengan aksi dan unsur komedi yang mengalir nyaris tanpa jeda. Bisa jadi, ini resep mengapa Zombieland mudah menjalin ikatan dengan penonton. Sejak awal cerita langsung digas, para tokoh bergegas melanjutkan perjalanan, dan mendapat tantangan.


Tetap Solid

Beruntung kuartet Jesse, Woody, Abigail, dan Emma tapi solid. Interaksi mereka mencerminkan betapa lama berteman dan mengisyaratkan telah melewati banyak fase. Chemistry mereka meyakinkan penonton. Seasyik itu mereka ribut, saling melindungi, dan berkelakar seenak jidat.

Zombieland sebenarnya bertutur soal persahabatan. Ndilalah, pertalian ini terbentuk dari suasana krisis akibat serangan zombi. Film model begini cocok untuk Anda yang tengah suntuk, lalu mampir ke bioskop sekadar mencari hiburan.

 

Pemain: Woody Harrelson, Emma Stone, Jesse Eisenberg, Abigail Breslin, Rosario Dawson, Zoey Deutch, Avan Jogia

Produser: Gavin Polone

Sutradara: Ruben Fleischer

Penulis: Rhett Reese, Paul Wernick, Dave Callaham

Produksi: Columbia Pictures

Durasi: 99 menit

 

(Wayan Diananto)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya