Permana Agung Diganti

Surat Keputusan Presiden keluar. Isinya: Dirjen Bea dan Cukai Permana Agung diganti Eddy Abdurrahman. Permana pasrah dan akan menjalankan perintah itu sebaik-baiknya.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Sep 2002, 21:05 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Kaki kursi yang diduduki Permana Agung akhirnya patah juga. Melalui Surat Keputusan Presiden yang dikeluarkan Rabu (4/9), Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini harus melepas jabatan yang diembannya sejak 1998. Permana digantikan Eddy Abdurrahman, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah XI Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan.

Pergantian ini tak terlalu mengejutkan, sebetulnya. Maklum, sudah sejak lama Permana dioyak-oyak. Meski merasa ada yang tak masuk akal, Permana mengaku sangat menghargai keputusan pimpinannya yang secara institusi harus dipatuhi. Ia juga menegaskan tak ingin mempersoalkan dan akan menjalankan perintah itu sebaik-baiknya. "Yang jelas saya sudah menjalankan amanat rakyat sesuai Undang-undang dan kemampuan saya," ujar Permana kepada Bayu Sutiyono saat berdialog di Liputan 6 SCTV melalui telewicara, Kamis (5/9) petang.

Permana mengaku baru mengetahui surat keputusan itu setelah kembali dari Malaysia seusai berpatroli bersama Dirjen Bea dan Cukai setempat, Sabtu malam pekan silam. Menanggapi hal itu, dia hanya berpesan agar masyarakat dapat mengingat bahwa negara ini tengah giat memberantas penyelundupan. Dia berharap, amanat sebagai aparatur negara dapat dijalankan dengan benar, sesuai hukum yang berlaku.

Harapan Permana tak berlebihan. Dia memang dikenal keras memberantas penyelundupan. Itulah sebabnya, sejumlah kalangan memandang pergantian dia tak wajar. Tapi, belum jelas betul alasan sebenarnya di balik pergantian itu. Satu hal pasti, sudah berkali-kali Permana "diganggu". Tengoklah ketika Abdurrahman Wahid masih menjabat sebagai presiden. Merasa membutuhkan orang yang benar-benar kuat untuk menghadapi aksi-aksi penyelundupan yang kian marak, Gus Dur bertekad mencopot Permana yang ia nilai belum cukup punya nyali, kendati target APBN bisa diraih [baca: Presiden Akan Mengganti Dirjen Bea dan Cukai].

Sempat muncul ketika itu nama Nugroho Jayusman, bekas Kepala Polda Metro Jaya. Senyampang kian maraknya aksi-aksi demo yang berniat menggulingkan pemerintahannya, rupanya, Gus Dur tak bisa berlama-lama mendiamkan Nugroho. Gus Dur memberi Nugroho dua pilihan: sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Dirjen Bea dan Cukai. Ternyata, kabarnya, Nugroho lebih menyukai memimpin Bea Cukai. Untuk menduduki posisi ini, Nugroho berjanji akan meredam upaya penggoyangan Gus Dur [baca: Nugroho: "Tak Perlu Seperti Anak Kecil" ].

Tapi, niat Gus Dur itu tak kesampaian. Permana tetap perkasa, sampai pada akhirnya, pemerintahan Presiden Megawati mendongkelnya. Jauh sebelumnya, sejumlah media memberitakan Permana tengah berseteru dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Suwandi karena tak mendukung pembentukan Pre-Shipment Inspection (PSI) atau badan baru untuk pemeriksaan kapal-kapal yang akan masuk pelabuhan di Indonesia. Toh, Permana membantah. Bahkan, dia menilai hal itu bukan menjadi sesuatu yang menyebabkan dirinya diganti.

Permana berpendapat, pembentukan badan itu masih belum bermanfaat. Sebab, dari pengalamannya memimpin Bea dan Cukai, ia belum melihat badan tersebut mampu menyelesaikan kasus penyelundupan di Indonesia. Untuk itu, dia berharap pemerintah dapat mengambil langkah dan kebijakan tepat di tengah masyarakat yang mengalami setumpuk permasalahan.

Prestasi dan perjalanan karir pria kelahiran Cakranegara, Lombok, Nusatenggara Barat, 27 Oktober 1952, itu sebenarnya layak untuk menduduki jabatan Dirjen Bea Cukai. Apalagi, pendidikan dan karirnya tak pernah lepas dari masalah keuangan dan perdagangan. Begitu lulus SMA Kesuma, Mataram, Nusatenggara Barat, Permana menimba ilmu di Institut Ilmu Keuangan, lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan, pada 1972.

Setelah menyelesaikan kuliah dan bertugas di Belawan, Sabang, dan Banda Aceh, Permana melanjutkan studi di University of Illinois, Amerika Serikat. Ia mendalami bidang keuangan publik dan perdagangan internasional. Tetapi, gelar masternya justru diraih di Universitas Notre Dame, Indiana, AS. Di sini dia mendalami bidang keuangan publik. Bahkan, gelar doktor di bidang kebijakan publik diraih dari universitas yang sama. Itulah sebabnya, pada 29 Januari 1998, Menteri Keuangan Bambang Subianto melantiknya sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, sampai akhirnya kaki kursi yang dia duduki patah.(PIN)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya