Paksa Hapus Foto Ricuh PSIM vs Persis, Hisyam Tolle Menuai Kecaman dari Organisasi Wartawan

Achmad Hisyam Tolle juga melepaskan tendangan kungfu ke arah pemain Persis Solo.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 23 Okt 2019, 14:14 WIB
Sejumlah wartawan melakukan aksi teatrikal di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Aksi Achmad Hisyam Tolle mengintimidasi wartawan saat kericuhan mewarnai duel PSIM vs Persis Solo menulai kecaman dari berbagai pihak. Sejumlah organisasi wartawan juga ikut angkat bicara soal insiden yang dilakukan terhadap jurnalis Goal Indonesia, Budi Cahyono.  

Nama Hisyam Tolle mendadak viral gara-gara aksi tendangan kungfu yang dilepaskan ke arah pemain Persis Solo, M Sulthon pada laga pamungkas penyisihan Grup Timur Liga 2 2019 di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Senin (21/10/2019). Duel ini berujung keributan di mana penonton turun dan menyerang para pemain Persi Solo yang sudah unggul 3-2.

Aksi Hisyam terekam kamera dan menjadi viral di media sosial. Tidak hanya menyerang pemain lawan, Hisyam juga mengintimidasi wartawan yang tengah meliput kejadian itu. Budi Cahyono dari Goal Indonesia dipaksa mantan pemain PSM itu untuk menghapus foto-foto yang ada di kameranya. Budi pun menuruti permintaan itu karena berada dalam tekanan. 

Selain Budi, intimidasi juga dialami oleh pewarta foto Harianjogja.com, Guntur Aga Putra. Namun pelakunya merupakan suporter PSIM yang menerobos masuk ke dalam lapangan. Sama halnya dengan Budi, Guntur juga dipaksa untuk menghapus foto di kameranya. 

PSSI Pers yang menjadi wadah paguyuban wartawan peliput sepak bola Indonesia yang berada di Jakarta mengecam intimidasi ini. Melalui surat tertanggal 22 Oktober 2019, PSSI Pers segera melayangkan surat kepada Plt Ketua Umum PSSI, Iwan Budianto. 

Lewat surat tersebut, PSSI Pers menyampaikan tiga tuntutan kepada PSSI. Salah satunya mendesak Komite Disiplin PSSI untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada pemain PSIM, Achmad Hisyam Tolle karena tindakannya dianggap telah berada di luar batas.

"Ada tiga sikap buruk yang ditunjukkan olehnya, mulai dari memukul pemain Persis, melepaskan tendangan kungfu, dan yang terakhir melakukan intimidasi terhadap jurnalis," tulis PSSI Pers pada surat yang ditandatatangani langsung oleh ketua Riki Ilham Rafles. 

Lewat suratnya, PSSI Pers juga meminta agar PSSI dan klub peserta kompetisi Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3, agar memberi edukasi terhadap para pemain dan suporter untuk menghargai kerja jurnalistik. 


Desak PSSI

Logo PSSI. (Bola.com/Dody Iryawan)

Sikap yang sama juga diambil oleh Seksi Wartawan Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia (Siwo PWI) Pusat. Ketua Siwo PWI Pusat, Gungde Ariwangsa menjelaskan, kalau wartawan telah dilindungi oleh Undang Undang dalam melakukan tugas peliputan sehari-hari. Selain itu, Gungde juga menganggap tindakan intimidasi dan kekerasan seharusnya tidak mengotori dunia olahraga yang menjunjung tinggi nilai sportivitas dan persahabatan.

“Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers. Semua pihak perlu mengetahui bahwa dalam dalam menjalankan tugas jurnalistik, seorang wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999,” ujar Gungde. 

Pasal 8 UU Pers menyatakan, dalam melaksanakan profesinya, jurnalis dilindungi hukum. Pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial. Maka, ancaman bagi pelanggarnya pun tak main-main, hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.

Gungde menyatakan, intimidasi dan kekerasan terhadap terhadap wartawan foto Guntur Aga Putra dari Harian Radar Jogja dan Budi Cahyono dari Goal Indonesia merupakan tindakan melanggar hukum. Cara-cara main hakim sendiri tersebut seharusnya tidak dilakukan oleh siapa pun apalagi oknum pemain dan supoter jika merasa dirugikan. Semuanya harus tetap menghormati aturan hukum. Pihak yang dirugikan bisa mengadukan ke Dewan Pers.

“Tindakan intimidasi dan kekerasan itu sangat jauh dari nilai suportivitas olahraga. Kekerasan tidak akan mengangkat prestise dan prestasi. Justru semakin menghancurkan olahraga yang dalam kasus ini sepakbola. Kejadian itu amat memalukan dan memprihatinkan karena terjadi di tengah merosotnya prestasi sepakbola Indonesia.” 

SIWO PWI pun meminta Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengusut masalah tersebut secara tuntas. Jika memang ada oknum pemain yang melanggar hukum maka perlu ditindak secara keras. Sedangkan tim yang suporternya melakukan ulah kekerasan diberi sanksi tidak menghadirkan penonton dalam setiap pertandingan yang diikuti.

Siwo PWI Pusat juga berharap Siwo PWI Yogyakarta bisa memberikan pendampingan kepada kedua wartawan itu bila akan meneruskan masalah itu ke ranah hukum. 

Saksikan juga video menarik di bawah ini:

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya