Liputan6.com, Irak - Berdasarkan penyelidikan resmi, 157 orang meninggal imbas protes di Irak hingga Selasa (22/10/2019).
Demo meletus di daerah Baghdad dan daerah selatan Irak pada awal Oktober 2019.
Advertisement
Dari penyelidikan tersebut juga menyebut komandan dari pasukan keamanan sudah dihentikan setelah kekerasan terjadi. Meliputi, tentara, kepolisian, intelijen, serta unit keamanan nasional, seperti dilansir france24.com.
Sementara itu, Misi Bantuan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Irak dalam laporannya mengatakan, "pelanggaran berat hak asasi manusia dan pelanggaran sudah dilakukan." Serta, kekuatan berlebihan digunakan terhadap demonstran.
"Serangan terhadap outlet media dan pemblokiran internet/media sosial tampaknya telah digunakan sebagai alat untuk menghalangi partisipasi dalam demonstrasi serta untuk menekan pelaporan dan aktivisme," kata misi PBB.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tuntutan Protes
Demonstrasi massal telah terjadi di ibukota Irak dan di banyak provinsi mayoritas Syiah Irak setelah Irak pertama kali turun ke jalan pada 1 Oktober.
Dikutip dari middleeasteye.net, protes terjadi untuk menuntut pekerjaan, layanan publik, dan mengakhiri korupsi pemerintah.
Para pemrotes disambut dengan tembakan langsung peluru tajam dari pasukan keamanan Irak yang berusaha membubarkan demonstrasi.
Sementara protes memuncak awal bulan ini, tetapi hari demonstrasi di seluruh negeri diperkirakan akan berlangsung pada hari Jumat 25 Oktober mendatang.
Dalam upaya untuk memadamkan ketegangan, pemerintah Irak mengatakan bahwa komandan dari seluruh pasukan keamanannya telah diberhentikan setelah tindakan keras terhadap demonstran.
Advertisement
Ratusan Orang Terbunuh
Kemudian, penyelidikan resmi menemukan 111 orang yang tewas hampir seluruhnya adalah demonstran dan terbunuh di Baghdad, seperti dilansir france24.com.
Berdasarkan temuan penyelidikan, sekitar 70 persen dari kematian disebabkan luka tembak di kepala atau dada. Sementara, Irak bersiap untuk protes baru pada Jumat mendatang.
Sementara, korban resmi termasuk 149 warga sipil dan delapan anggota pasukan keamanan tewas antara 1 dan 6 Oktober 2019. Korban tewas tersebut berjatuhan selama protes di ibukota dan di sebagian besar provinsi selatan Syiah.
Empat personel keamanan tewas di Baghdad, di mana bentrokan pada awalnya berpusat di sekitar Tahrir Square yang ikonis.
Belakangan kerusuhan di ibukota memicu malam kekerasan berdarah di kubu Syiah Kota Sadr.
Akibatnya, pihak berwenang membentuk komisi penyelidikan untuk menyelidiki, setelah awalnya hanya mengakui pasukan keamanan menggunakan kekuatan berlebihan dalam beberapa kasus.
Dalam laporannya, penyelidikan menyalahkan beberapa kematian pada pasukan keamanan, tetapi juga menyebutkan "penembak" lainnya, tanpa mengidentifikasi mereka.
Sementara itu, mantan Perdana Menteri Irak dan juga pihak oposisi, Haider al-Abadi mengutuk temuan penyelidikan resmi.
"Laporan ini menunjukkan ketidakpatuhan oleh pejabat militer dan keamanan yang memutuskan untuk melepaskan tembakan yang bertentangan dengan perintah mereka," kata Haider al-Abadi.
"Tapi itu tidak menjelaskan bagaimana 'ketidaktaatan' berlangsung beberapa hari tanpa tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi mengambil kendali," tambahnya.
Reporter: Hugo Dimas