15 Orang Tewas Imbas Demonstrasi Rusuh di Chili

Masuki hari ke-5 demo Chili, 15 orang dilaporkan tewas pada Selasa (22/10/2019).

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Okt 2019, 18:21 WIB
Kericuhan terjadi saat unjuk rasa di gedung Kongres di Valparaiso, Chili, Sabtu (21/5). Seorang petugas keamanan tewas saat bentrok pendemo dengan polisi. (AFP Photo/Claudio Reyes)

Liputan6.com, Jakarta Kerusuhan, serangan pembakaran, dan bentrokan dengan kekerasan menghantam Chili dalam demonstrasi yang masuki hari ke-5, pada Selasa 22 Oktober. Pemerintah menyatakan, 15 orang tewas dalam demo yang melumpuhkan salah satu negara paling stabil di Amerika Selatan.

Hingga saat ini, sekitar setengah dari 16 wilayah Chili tetap berada di bawah keadaan darurat yang dikeluarkan Presiden Chili, Sebastián Piñera. Beberapa di antaranya berada di dalam perlakuan jam malam.

Keadaan darurat tersebut juga merupakan pertama kali sejak negara Chili kembali ke demokrasi pada 1990 selepas 17 tahun dari kediktatoran pemimpin sebelumnya, seperti dilansir cbsnews.com, Rabu (23/10/2019).

Kerusuhan dimulai pekan lalu, akibat dari kenaikan tarif kereta bawah tanah yang relatif kecil, kurang dari 4 persen. Namun, terjadi perlawanan yang menjadi kekerasan pada Jumat lalu saat para pemrotes membakar stasiun bawah tanah, bus, dan gedung bertingkat yang tinggi.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 


Penawaran Presiden Chili pada Demonstran

Sebastian Pinera dan istrinya Cecilia Morel saat merayakan kemenangan di Santiago, Chile, pada 17 Desember 2017. (AP Photo/Luis Hidalgo)

Sementara itu, Presiden Chili, Sebastián Piñera sudah mengumumkan reformasi yang bertujuan mengakhiri hari-hari protes keras.

Dikutip dari bbc.com, Presiden Sebastián Piñera bersumpah untuk meningkatkan pensiun dasar sebesar 20 persen. Serta, mengusulkan undang-undang yang dapat menutupi biaya perawatan medis yang mahal. 

Protes yang diawali kenaikan harga tiket kereta bawah tanah, kemudian tumbuh menjadi protes atas penghematan dan ketidaksetaraan yang dilakukan pemerintah Chili.

Presiden Sebastián Piñera mengatakan ia sudah menerima pesan dari warga Chili saat berbicara dari istana kepresidenan di Santiago.

Sebastián Piñera berharap dapat mengubah protes kekerasan baru-baru ini menjadi "peluang" bagi Chili. Hal itu untuk "untuk menebus waktu yang hilang, mengambil langkah dan mengambil langkah nyata serta mendesak".

Dia juga bersumpah untuk meningkatkan upah minimum serta memperkenalkan braket pajak baru yang lebih tinggi. Tarif listrik juga akan dipotong berdasarkan rencana reformasi yang dilakukannya.

Terlepas dari itu, hingga saat ini 5.000 orang lebih sudah ditahan. Sementara, 15 orang lainnya dilaporkan tewas.


Dampak Demonstrasi dan Kerugiannya

Chili, negara dengan kesenjangan ekonomi terparah di dunia (Foto: the-dissentient.com)

Dikutip dari bbc.com, protes dimulai di ibukota Santiago setelah kenaikan tarif metro. Murid-murid sekolah menengah dan mahasiswa meminta para penumpang untuk menghindari ongkos dengan melompati pintu putar. 

Akibat hal tersebut, kenaikan harga metro sejak itu telah dibatalkan/ditangguhkan.

Protes dengan cepat berubah menjadi demonstrasi massa di beberapa kota ketika warga Chili mencari tindakan untuk menaikkan biaya hidup dan upah rendah.

Di Santiago, para perusuh merusak sistem metro kota dengan perbaikan yang diperkirakan berjumlah setidaknya $ 200 juta atau sekitar 2,8 triliun rupiah lebih. Kereta metro masih hanya berjalan sebagian karena kerusakan masih terjadi di beberapa bagian.

Kemudian, demonstrasi meningkat selama akhir pekan, dengan pengunjuk rasa menuntut peningkatan luas dalam pendidikan, perawatan kesehatan dan upah, seperti dilansir cbsnews.com

Protes tersebut dipicu oleh rasa frustrasi dari warga Chili yang merasa belum ikut serta dalam kemajuan ekonomi di salah satu negara terkaya di Amerika Latin. 

Sementara, Chili memiliki salah satu tingkat ketimpangan tertinggi di kawasan ini: Banyak keluarga Chili mendapatkan 550 dolar AS (7,7 juta rupiah) hingga 700 dolar AS (9,8 juta rupiah) per bulan. Serta dana pensiun bisa mencapai  159 dolar AS (2,2 juta rupiah).

Banyak toko, stasiun kereta bawah tanah, dan bank dibakar, dirusak, atau bahkan dijarah selama protes selama akhir pekan. Beberapa orang melaporkan masalah mendapatkan uang tunai di ATM.

Antrean panjang mobil juga terus melonjak dari pompa bensin. Hal itu karena pengemudi/pemilik kendaraan khawatir mengenai pasokan bahan bakar yang kemungkinan bisa habis.

 

Reporter: Hugo Dimas

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya