Liputan6.com, Jakarta - Mengelola emosi tidaklah segampang yang dipikirkan. Kadang-kadang, kita berusaha tetap tenang dan diam saat stres. Pada kesempatan lain, penting untuk berbicara dan mengekspresikan apa yang ada di kepala Anda.
Baca Juga
Advertisement
Bagaimanapun, membiarkan semua yang kita rasakan dan pikirkan dapat membantu kita melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Namun, yang mungkin tidak kita sadari adalah kedua perilaku tersebut dapat memiliki efek signifikan pada kesehatan Anda.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berdiam diri
Diam adalah perilaku yang dilakukan orang ketika mereka takut mengekspresikan emosi mereka yang sebenarnya. Jika dikeluarkan, kadang ada rasa kekhawatiran hal tersebut dapat memengaruhi hubungan dengan orang-orang di sekitar.
Orang memilih diam karena mereka takut memulai perselisihan, menjadi penyebab pertengkaran, atau bahkan putus hubungan. Padahal, tak selamanya diam itu emas.
Advertisement
Penelitian penting
The North American Menopause Society (NAMS) melakukan penelitian di mana mereka mengevaluasi 302 wanita menikah yang hampir atau sudah menopause. Mereka melaporkan mengalami perasaan tertentu tentang menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan mereka, seperti membungkam diri sendiri, untuk menghindari kerusakan hubungan. Jenis perilaku ini bertemu dengan sembelit, peningkatan kadar kolestrol, depresi, dan obesitas.
Lebih banyak berteriak, lebih mengurangi stres
Salah satu poin yang diukur para peneliti adalah frekuensi di mana para wanita ini mengalami kemarahan atau emosi meledak. Ini mereka kategorikan sebagai saat-saat ketika para wanita itu mampu mengeluarkan emosi dengan menaikkan volume suara dan secara verbal menyatakan apa yang membuat mereka frustasi.
Penelitian itu menunjukkan, mereka yang mengekspresikan frustasi dan marah dengan cara berteriak, memiliki kesehatan yang lebih baik daripada mereka yang tidak. Mereka juga mengalami manfaat psikologis dari mencegah penindasan dari perilaku tersebut.
Advertisement
Menyembunyikan emosi ternyata memiliki konsekuensi fisik
Mempertahankan diri untuk selalu berpikiran positif, gembira, atau bersikap tenang tak selalu memberikan dampak yang baik. Malahan, itu menjadi perilaku yang terkait dengan sensitivitas yang lebih besar terhadap penolakan.
Kondisi siaga permanen yang memicu tingkat stres juga terkait dengan penurunan harapan hidup. Selama usaha menahan emosi tersebut, tekanan darah dan kadar glukosa naik sehingga kemungkinan risiko penyakit kardiovaskular meningkat.