Evo Morales di Ambang Kemenangan, Demonstran Banjiri Ibu Kota Bolivia

Pendukung oposisi berdemo memprotes hasil pemilu di ibu kota Bolivia pada Rabu (23/10/2019).

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Okt 2019, 22:02 WIB
Sejumlah penduduk menghadiri Misa dalam prosesi untuk menghormati Our Lady of Socavon di Oruro, Bolivia (1/3). Seniman yang bernama Rilda Paco itu mendapat kritikan dari sejumlah negara yang menganut Katolik Roma. (AP Photo/Juan Karita)

Liputan6.com, Bolivia - Pendukung oposisi turun ke jalan-jalan di ibu kota Bolivia pada Rabu (23/10/2019). Pengunjuk rasa geram atas ulah presiden sayap kiri Evo Morales yang diduga mencurangi pemilihan umum pada Minggu 20 Oktober.

Mereka melakukan protes di luar sebuah hotel, tempat di mana dewan pemilihan memproses surat suara yang tersisa di ibu kota Bolivia, La Paz.

Dengan penghitungan suara resmi sebesar 97 persen pada Selasa malam, Morales memperpanjang keunggulannya atas saingan utamanya Carlos Mesa menjadi 9,42 poin persentase. Hanya sedikit dari 10 poin yang ia butuhkan untuk menghindari putaran kedua, seperti dilansir aljazeera.com.

Menurut laporan, pemenang membutuhkan lebih dari 50 persen suara. Atau, 40 persen ditambah 10 poin untuk menghindari putaran kedua pemilihan pada bulan Desember.

Meski, langkah pimpinan Morales bertahan dan mendapat kemenangan langsung. Legitimasi pemilu sudah rusak, dengan Carlos Mesa adn para pendukungnya menolak mengakui hasil pemilihan.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan video pilihan di bawah ini: 


Kecurangan Penghitungan Suara

Ilustraasi foto Liputan 6

Kecurigaan manipulasi suara dipicu pada hari Minggu. Hal itu usai dewan pemilihan resmi Bolivia, Mahkamah Pemilihan Umum (TSE) tiba-tiba menghentikan penghitungan cepat elektroniknya.

Padahal saat itu data menunjukkan Morales dan mesa sedang menuju putaran kedua, dengan 84 persen suara masuk. Kemudian, ketika penghitungan cepat dilanjutkan setelah protes pada hari Senin, Morales berhasil meraih keunggulan hampir 10 poin.

Hal tersebut memicu kecaman dari pengamat pemilihan internasional. 

Serta, memicu malam kerusuhan di Bolivia, dengan beberapa kantor pemilihan umum diserang atau dibakar. Akibatnya, dua orang terpaksa melompat dari gedung yang terbakar di kota Potosi. 

Sementara itu, pemerintah Morales membantah campur tangan dalam penghitungan suara dan menyerukan agar tenang. Namun, di La Paz dan kota-kota lain, protes berlanjut pada Selasa malam. 

Demonstrasi itu adalah salah satu yang terbesar di Bolivia dalam beberapa dasawarsa. Lalu, Carlos Mesa muncul secara mengejutkan pada protes di depan hotel setelah kembali dari kota Santa Cruz terbesar kedua di Bolivia, basis utama dukungannya. Ia turut memberi pernyataan atas demo yang berlangsung.

"Saat ini, beberapa meter dari kami, sebuah penipuan besar sedang dilakukan untuk membuat kami berpikir tidak akan ada pemungutan suara putaran kedua," kata Mesa kepada orang banyak mengacu pada dewan pemilihan.  

"Mereka berbohong ke negara dan memunggungi suara Anda!" tambah Carlos Mesa. 

Sementara, atas kejadian demonstrasi yang berlangsung, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan selama lebih dari satu jam. Namun, beberapa pengunjuk rasa merespons dengan melemparkan batu ke arah polisi.


Guncangan Stabilitas Politik

Ilustrasi jabat tangan (Sumber: iStockphoto)

Kerusuhan itu menandai sentakan besar bagi negara yang terkurung daratan itu tersebut. Negara tersebut memiliki stabilitas politik yang panjang di bawah Morales, presiden pribumi pertama Bolivia dan pemimpin yang terus menerus melayani di Amerika Latin.

Dalam upaya untuk menenangkan keributan, pemerintah Evo Morales menanggapi komentar presiden dari hari Minggu. Mereka menyatakan telah memenangkan pemilihan dan hanya membutuhkan suara pedesaan untuk mengkonfirmasi kemenangan "bersejarah, belum pernah terjadi sebelumnya" untuk pemerintahannya.

Menekankan bahwa penghitungan cepat hanya penghitungan sementara yang tidak mengikat, Menteri Luar Negeri, Diego Pary mengundang pengamat pemilihan resmi, Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) untuk mengaudit penghitungan suara resmi. 

Pengamat OAS mengeluarkan pernyataan yang menyerukan kepada para pejabat pemilihan. "(Hal itu) untuk secara tegas mempertahankan kehendak warga negara Bolivia," kata mereka. 

"Misi OAS mengungkapkan keprihatinan dan keterkejutannya yang dalam terhadap perubahan drastis dan sulit dijelaskan dalam tren hasil awal yang diungkapkan setelah penutupan jajak pendapat," tambahnya.

Kemudian, Kementerian Luar Negeri Argentina, Brasil dan Kolombia juga menyatakan keprihatinan tentang situasi yang terjadi di Bolivia.

Sementara itu, Presiden TSE, Maria Eugenia Choque membantah ada upaya penipuan pemilu.

Namun, dalam sebuah pukulan besar terhadap kredibilitas dewan, wakil presiden, Antonio Costas, mengundurkan diri dalam protes. Ia mengatakan bahwa jeda dalam melaporkan penghitungan cepat telah mendiskreditkan "seluruh proses pemilihan, menyebabkan gejolak sosial yang tidak perlu."

Sebelum pengunduran dirinya, Costas mengatakan dalam sebuah wawancara pada hari Senin bahwa ia tidak berada di bawah tekanan politik untuk menghentikan penghitungan.

 

Reporter: Hugo Dimas

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya