Liputan6.com, Jakarta Kinerja Kabinet Indonesia Maju diharapkan memberikan angin segar yang mengarah pada terciptanya sumber daya manusia (SDM) yang bebas dari rokok. Hal tersebut disampaikan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI).
"Beberapa nama baru maupun lama yang mengisi kedudukan kursi menteri Kabinet Indonesia Maju mengundang optimisme bahwa periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan membawa Indonesia pada perubahan yang lebih baik, salah satunya dengan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul," kata Manajer Program Pengendalian Tembakau PKJS-UI, Renny Nurhasana dalam keterangannya kepada Health Liputan6.com, ditulis Kamis (24/10/2019).
Advertisement
Selama periode kepemimpinan 2014-2019, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi mengumumkan kenaikan cukai produk tembakau--cukai rokok. Ini sebagai komitmen membenahi dan meningkatkan kualitas SDM di Indonesia.
Upaya itu mengendalikan konsumsi rokok, terutama pada kalangan remaja dan masyarakat miskin. Melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No 152/PMK.010/2019 tentang perubahan tarif cukai hasil tembakau, pemerintah Indonesia berupaya melindungi generasi muda dari jerat asap rokok sekaligus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi.
“Kami mengapresiasi yang setinggi-tingginya langkah yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan Ibu Sri Mulyani atas kebijakan kenaikan cukai tembakau (rokok). Ini bukti keseriusan pemerintah demi mencapai SDM unggul,” ujar Renny.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Menekan Konsumsi Rokok
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No 152/PMK.010/2019, rata-rata kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 21,55 persen dan batas minimal Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 33 persen. Kenaikan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2020.
Saat ini harga rokok di Indonesia masih tergolong murah. Tak ayal, remaja dan masyarakat miskin masih mampu menjangkau rokok dengan mudah.
Diharapkan naiknya cukai rokok, yang mana rokok menjadi lebih mahal dan tidak mudah dijangkau.
Kenaikan harga rokok pada dasarnya mendapatkan dukungan dari masyarakat itu sendiri.
“Menurut penelitian PKJS-UI terhadap 1.000 orang responden, 88 persen masyarakat mendukung harga rokok naik. Bahkan 80,45 persen perokok setuju jika harga rokok naik. Namun, kenaikan harga rokok juga harus signifikan sehingga benar-benar mampu menekan konsumsi rokok,” tambah Renny.
Advertisement
Perlu Simplifikasi Cukai Rokok
Di sisi lain, sistem golongan pada cukai rokok membuat masyarakat miskin dan anak di bawah umur masih memiliki pilihan merek rokok dengan harga lebih murah. Ini terjadi bila harga merek rokok yang biasa mereka konsumsi naik.
"Oleh karena itu, simplifikasi (penyetaraan) cukai rokok juga perlu diberlakukan agar variasi harga rokok berkurang. Jadi, konsumsi rokok dapat ditekan," Renny menerangkan.
Keputusan pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau pada tahun 2020 mendatang patut diapresiasi.
Komitmen presiden dan jajaran menteri dalam Kabinet Indonesia Maju diharapkan menciptakan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta bebas dari candu rokok.