Lindungi Anak dari Radikalisme, Pemkot Tangerang Gandeng Kementerian PPPA

Deputi Perlindungan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Nahar menyatakan, perlu adanya sosialisasi mengenai kebijakan tersebut.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 24 Okt 2019, 15:25 WIB
Pemkot Tangerang cegah radikalisme sejak dini.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak serta Pemkot Tangerang melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), mengadakan sosialisasi tentang bahaya pemahaman dan radikalisme.

Deputi Perlindungan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Nahar menyatakan, perlu adanya sosialisasi mengenai kebijakan tersebut.

"Maksudnya, ketika ada anak yang terlibat dalam paham radikalisme hingga tindak teroris, apakah diposisikan sebagai korban ataukah sebagai pelaku," tuturnya, di Hotel Novotel Kota Tangerang, Kamis (24/10/2019).

Pemahaman ini, menurut Nahar harus diketahui oleh lingkungan atau orang dewasa, guru di sekolah, hingga usia anak itu sendiri. Sebab, bagaimanapun, anak hanyalah korban dari pemahaman radikal yang sudah ditanamkan sejak lama oleh keluarga bahkan lingkungannya.

Misalnya, bila pemahaman radikal ditanamkan oleh keluarga, sejak kecil dia akan menganggap orang lain, bukan kaumnya atau terutama mereka yang berada di birokrasi pemerintahan adalah kafir. Sehingga dia akan menjauh malah timbul keinginan untuk membunuh.

"Kami menemukan di rumah aman, anak-anak ini memilih untuk keluar dari rumah, mau bunuh diri saja karena beranggapan ibu bapaknya yang sudah lebih dulu tewas dalam aksi teroris, sudah menunggunya di surga," tutur Nahar.

Ada juga pemahaman yang ditanamkan oleh lingkungan. Misalnya teman sekolah, teman main, bahkan terdekat adalah tetangga yang hidup berdampingan.

"Kalau begini, orangtualah yang harus menjaga dan mengawasi pergaulan anak," kata Nahar.


Sosialisasi Sejak Dini

Sementara, untuk di Kota Tangerang sendiri, tidak ada usia anak yang terpapar radikalisme.

"Sampai saat ini tidak ada, kalaupun ada pasti warga atau kader di lapangan sudah melaporkan ke kami," ujar Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Irna Rudiana.

Makanya, untuk tetap melindungi usia anak dari paham radikalisme, diadakan sosialisasi kebijakan perlindungan dari radikalisme dan tindak pidana terorisme. Yang melibatkan usia anak dari 10 hingga 16 tahun, kader-kader PKK, guru-guru di sekolah, serta para pemuka agama.

"Kita maksimalkan pengawasan, untuk itu perlu ada pemahaman yang terang menderang akan aturan ini," kata Irna.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya