Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi pada angka 5,00 persen pada hari ini.
Kepala Riset Buana Capital Suria Dharma menilai, kebijakan penurunan suku bunga acuan BI memang upaya bertahap untuk memperbaiki margin bunga bersih atau net interest margin (NIM).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, pemangkasan suku bunga dinilai juga akan memperbaiki likuiditas perbankan, meskipun masih tetap membutuhkan penyesuaian terhadap efek penurunan suku bunga.
"Kalau suku bunga turun, berarti itu kan positif. Bagus dong," kata dia kepada Liputan6.com, seperti dikutip Jumat (27/10/2019).
Untuk penurunan kredit perbankan, dia bilang, industri keuangan dipastikan akan secara bertahap melakukan penurunan kredit.
"Untuk bank-bank, yang pasti pelan-pelan mereka akan turunkan. Karena mereka juga mau perbaiki NIM dulu," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjabarkan memang membutuhkan waktu bagi perbankan untuk menurunkan kredit.
Misalnya saja, bunga deposito dari Juli hingga September 2019 baru turun 26 bps. Sedangkan transmisi ke suku bunga kredit juga jauh lebih kecil, yaitu hanya 8 bps dari Juli hingga Agustus 2019.
"Berarti memang ini ada jeda. Harapannya suku bunga deposito (juga kredit) akan menurun lagi. Karena BI sudah turunkan 10 bps dengan harapan bank akan menurun (suku bunga kredit dan deposito) karena bank perlu waktu untuk menyesuaikan suku bunganya," kata dia.
Penurunan Suku Bunga Acuan BI Sesuai Ekspektasi Pasar
Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyebut pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada angka 5,00 persen telah diprediksi bakal terjadi.
"Sudah diprediksi oleh pasar. Kondisi domestik yang stabil memberikan ruang BI untuk kembali turunkan suku bunga acuan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Kamis (24/10/2019).
Baca Juga
Piter bilang, langkah ini harus dilakukan BI guna mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan konsumsi serta investasi.
"Tetapi dampaknya terhadap likuiditas akan minimal bila tidak diimbangi oleh kebijakan fiskal dan sektor riil yang ekspansif dan longgar," ujarnya.
Selain itu, dia menjelaskan, ada permasalahan anomali yaitu perihal kekakuan suku bunga kredit. Ketika suku bunga acuan turun, suku bunga deposito biasanya cukup cepat mengikuti.
Akan tetapi suku bunga kredit biasanya kaku, cenderung lambat sekali untuk bergerak turun pasca pemangkasan suku bunga acuan.
"Kondisi ini disebabkan oleh terlalu ketatnya likuiditas dan segmentasi perbankan," klaimnya.
"Jadi likuiditas perbankan yang saat ini masih terasa ketat akan sulit membaik walaupun BI sudah melakukan penurunan suku bunga apabila tidak dibantu oleh kebijakan pemerintah melonggarkan fiskal," papar dia.
Advertisement