Liputan6.com, Jakarta - Produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products) memiliki peranan penting dalam menurunkan angka perokok di Jepang. Keberhasilan dari Jepang dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia yang tak kunjung berhasil dalam mengatasi masalah rokok.
Ahli toksikologi dari Universitas Airlangga, Sho’im Hidayat, mengatakan berdasarkan data American Cancer Society, laporan penjualan rokok di Jepang mengalami tren penurunan. Hal itu diakibatkan oleh hadir dan berkembangnya produk tembakau yang dipanaskan.
Advertisement
Produk tembakau yang dipanaskan adalah salah satu jenis dari kategori produk tembakau alternatif yang berbeda dengan rokok elektrik ataupun rokok.
Produk ini mengandung tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau. Pada proses penggunaannya, batang tembakau itu dipanaskan pada suhu maksimum 350 derajat celcius, sehingga menghasilkan uap yang menghantarkan nikotin.
“Berdasarkan data American Cancer Society, sebelum ada produk tembakau yang dipanaskan, penurunan jumlah pembelian rokok di Jepang hanya sebesar 1,8 persen. Setelah produk ini dikenalkan, ternyata penurunan jumlah pembelian rokok mencapai 5,9 persen,” kata Sho’im dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Produk tembakau yang dipanaskan, kata Sho’im, memang masih memiliki risiko, namun jauh lebih rendah daripada rokok.
“Risiko itu kan peluang terjadinya hal yang negatif, dalam hal rokok ya penyakit. Ketika dikenalkan dengan produk tembakau yang dipanaskan, ini sangat mungkin terjadinya penyakit juga, tapi risikonya jauh lebih rendah daripada rokok,” ujarnya.
Sho’im melanjutkan karena tidak ada proses pembakaran, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR dan memiliki zat kimia berbahaya yang lebih rendah daripada rokok. Hasil dari penggunaan produk ini adalah uap.
“Nah apa bedanya, ternyata aerosol (uap) itu partikelnya tidak padat, tapi partikel cair. Partikel itu mengandung H20 atau air. Berdasarkan fakta ini, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” tegasnya saat dihubungi wartawan.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kandungan Bahan Kimia
TAR merupakan zat kimia berbahaya yang dihasilkan oleh proses pembakaran, termasuk rokok. Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 diantaranya terdapat pada TAR.
Dengan demikian, Sho’im merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk segera membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif untuk menurunkan jumlah pembelian rokok. Regulasi itu harus terpisah dan tidak seketat regulasi rokok agar perokok dewasa dapat beralih ke produk tersebut.
“Jadi regulasinya dimasukkan ke dalam produk tembakau alternatif. Tentu regulasinya harus dibedakan (dengan rokok) karena tidak ada TAR lagi, yang ada hanya nikotin,” tutupnya.
Advertisement