Liputan6.com, Jakarta - Teluk Jakarta, Tangerang menjadi salah satu lokasi satwa mencari makan. Setidaknya terdapat 19 jenis burung air dan laut, juga satu elang yang mencari makan berupa ikan di Teluk Jakarta. Dari 20 jenis burung tersebut, dua jenis burung yaitu cikalang christmas Fregata andrewsi dan dara-laut aleutian Onychoprion aleuticus rentan akan kepunahan.
Sayangnya, saat ini Teluk Jakarta telah tercemar sampah. Menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya (BKSDA) Jakarta Ahmad Munawir, dari Januari hingga Agustus 2019 ada kira-kira 1638 kg di sekitar Pulau Rambut.
Baca Juga
Advertisement
“Sampah yang dikumpulkan berupa styrofoam, plastik, hingga sandal jepit. Staf BKSDA tidak sendiri dalam mengumpulkan sampah, ada dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta juga relawan mahasiswa atau masyarakat umum yang membantu,” jelas Munawir.
Munawir menambahkan bahwa, staf lapangan sering melihat jenis pecuk hitam menggunakan sampah menjadi salah satu material sarang yang dibawa ke atas pohon di Pulau Rambut.
Selain sampah, penggunaan kail pancing juga membahayakan burung laut saat mencari makan. Beberapa burung laut, seperti jenis cikalang dan dara laut mencari makan ikan di permukaan air dan saat ada ikan yang terjerat di kail, cikalang atau dara laut bisa langsung menyambar ikan tersebut dan dapat mencederai burung karena kail termakan atau tersangkut di paruh.
Pada 19 September 2019 lalu, satu individu muda cikalang christmas tersangkut dua kail pancing. Satu tersangkut di dalam paruh dan satu tertelan di dalam perut cikalang. Sehingga membutuhkan penanganan berupa rontgen dan operasi untuk pengambilan kail ikan di dalam perut.
Piter Kombo, dokter hewan di Taman Burung, Taman Mini Indonesia Indah yang merawat cikalang mengatakan bahwa kail ikan yang ada di dalam perut menusuk organ lambung disertai tali pancing dengan panjang 50 cm dimana tentunya menyebakan infeksi sistemik dan memerlukan penanganan segera karena saat burung datang, kondisi sudah sangat lemah.
“Selama 20 hari, cikalang berada di dalam pengawasan kami di area rehabilitasi. Pasca operasi kondisi cikalang tidak mau makan sehingga dilakukan force feeding. Namun, pada hari ke delapan sudah mulai bisa makan dan semakain lahap setelah beberapa hari, saat kondisinya berangsur pulih,” jelas Kombo.
Kombo menambahkan, membaiknya kondisi cikalang disarankan untuk perawatan ke dalam kandang habituasi yang dibuat di Pulau Rambut dekat dengan Teluk Jakarta tempat jenis ini mencari makan. Pemantauan perlu tetap dilakukan selama masa habituasi sambil tetap diberi makan berupa ikan kecil.
Sebelum dilepas kembali di alam, burung cikalang diberikan cincin di bagian kaki kiri untuk membantu monitoring oleh pengamat burung atau staf BKSDA Jakarta.Menurut koordinator Indonesia Bird Banding Scheme Dewi M Prawiradilaga bahwa penandaan yang berupa cincin alumunium dengan nomor cincin LIPI 16911 – INDONESIA- 18Y000511 aman untuk cikalang.
“Pengamat burung atau staf BKSDA yang sedang melakukan pemantauan burung di Teluk Jakarta, juga bisa memantau keadaan cikalang yang baru dilepas. Penting untuk tetap memantau keberadaan burung pasca dilepasliarkan ke alam,” jelas Dewi.
Dewi menjelaskan bahwa pemberian tanda yang hanya berupa cincin, tidak dengan menggunakan penandaan lain seperti wing marker untuk mengurangi resiko burung stres. “Karena burung mengalami proses operasi pada tubuh, jadi kita harus meminimalisir burung menjadi stres agar tidak berakibat kepada kematian, namun tetap bisa terpantau pasca pelepasliaran,” terang Dewi.
Pada 13 Oktober 2019 lalu, individu muda cikalang christmas telah berhasil terbang ke alam. Beberapa hari pasca di dalam kandang habituasi, staf bksda membantu agar cikalang bisa terbang.
Munawir menjelaskan bahwa ini adalah kali pertama pelepasliaran burung laut. Penanganan sangat berbeda dibandingkan jenis burung lain yang bisa langsung dilepas.
“Cikalang harus butuh angin yang cukup untuk membantu saat dia terbang, karena tubuh dan ukuran sayap yang besar. Semoga cikalang bisa kembali bersama dengan kelompoknya dan dapat mencari ikan kembali. Kami akan tetap memantau keberadaannya,” jelas Munawir.
Fransisca Noni (peneliti, kontributor Liputan6.com)