Liputan6.com, Jakarta - Korps Brimob Polri memberikan simulasi bagi para jurnalis agar tetap aman bertugas dalam meliput unjuk rasa eskalasi besar yang mengarah kepada kerusuhan.
Kabag Ops Korps Brimob Polri Kombes Waris Agono menyampaikan, saat situasi hijau atau tertib dalam aksi unjuk rasa, memang biasanya para jurnalis masih berbaur di seluruh lapisan. Baik itu di kerumunan massa atau petugas kepolisian yang mengamankan
Advertisement
"Situasi hijau, posisi biasanya jadi satu dengan massa. Tetapi kami sarankan tetap berada di samping dari sisi petugas," tutur Waris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Sabtu (26/10/2019).
Dia menyebut, situasi di lapangan tentu tidak sepenuhnya dapat diprediksi. Saat mulai memanas dan tidak tertib alias kuning, maka petugas dengan perlengkapan tameng fiber akan maju menghadang demonstran.
"Apabila situasi kuning. Sebaiknya teman-teman (jurnalis) tidak di tengah-tengah massa. Ada di sisi kanan kiri petugas. Kami sarankan ada di samping. Jadi tidak di belakang atau depan petugas. Jadi apabila Dalmas Sabhara terpaksa melakukan tindakan, tidak terkena," jelas Waris.
Kemudian, lanjutnya, lintas ganti dari satuan Sabhara ke PHH Brimob Polri baru dilakukan saat kondisi berubah menjadi kerusuhan alias merah. Tim Brimob yang turun biasanya mengenakan sejumlah peralatan, salah satunya senapan gas air mata.
"Saat situasi merah, kami harap teman-teman media bisa masuk ke tengah kami dan bahkan bisa naik ke atas Baracuda, AWC, ambil gambar di situ itu lebih aman. Minta izin untuk naik dengan identitas. Ini biasanya sudah bukan pendemo lagi, tapi perusuh. Sudah berganti. Kalau orang demo tidak melakukan itu," Waris menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Larangan untuk Personel
Saat situasi memanas, bukan berarti pula petugas bisa berbuat semaunya. Ada sejumlah peringatan dan arahan dari Komandan Brimob yang bertugas di tempat. Termasuk gambaran massa, situasi, objek, larangan dan kewajiban, hambatan, rencana tindakan, hingga titik kumpul konsolidasi usai penanganan aksi.
"Larangannya, dilarang terpancing emosi, melakukan kekerasan berlebihan, membawa peralatan berlebihan, misal PHH nggak boleh bawa senjata api dan senjata tajam. Maka ini sebelum operasi petugas Brimob diperiksa dulu. Tidak boleh keluar formasi, bersikap arogan, memaki, mengeluarkan kata-kata kotor, mengeluarkan tindakan di luar perintah pimpinan," beber Waris.
Adapun secara teknis, lanjutnya, setelah petugas bertindak maka akan kembali ada imbauan agar massa tidak anarkis dan mau membubarkan diri. Jika imbauan tersebut tidak dihiraukan, upaya pendorongan pun dilakukan.
"Jika mendorong pakai tameng tidak bubar, maka untuk memudahkan mendorong disemprotlah air water canon. Dulu ada penggunaan air yang menyebabkan rasa gatal. Tapi setelah ada protes, maka diganti air biasa dan ini air bersih. Tetapi kalau dengan water canon tidak bubar juga, kita lanjutkan dengan gas air mata. Water canon juga berfungsi memadamkan api," Waris menandaskan.
Advertisement