Liputan6.com, Jakarta- Klub kebanggaan warga Solo, Persis tak kunjung bisa kembali ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Saat ini klub yang bermarkas di Stadion Manahan itu harus puas bermain di Liga 2. Terakhir kali mereka main di kasta teratas sudah sangat lama yakni tahun 2007.
Agar bisa kembali meraih kejayaan dan berlaga di Liga 1, Persis disarankan melakukan pengelolaan klub lebih transparan dan profesional.
Advertisement
Pemilik klub Persis Solo harus punya orientasi hasil jangka panjang, baik dalam segi prestasi dan manajemen klub demi memuaskan stakeholder, seperti klub anggota yang berjumlah 26 klub, fans fanatik, sponsor, pemangku wilayah, dan pengelola Stadion Manahan, Solo.
Hal itu ditekankan pengamat olahraga, Fritz Simanjuntak di Jakarta, Senin (28/10/2019) terkait dengan masalah yang dialami Persis Solo, salah satu klub tertua di Indonesia yang lahir pada tahun 1923.
"Di era terbuka seperti sekarang ini, di mana informasi bisa diakses siapa saja serta indikator keberhasilan dalam pengelolaan klub sepakbola bisa diukur dari berbagai faktor, seperti prestasi, kualitas pemain atau pelatih yang dikontrak, serta rekam jejak pemilik atau manajemen klub. Maka klub sepakbola harus transparan dalam pengelolaannya. Jika tidak, maka yang muncul adalah ketidakpercayaan, hilangnya dukungan, dan akhirnya penolakan atau boikot terhadap klub tersebut," kata Fritz.
Meski sejak 2015 klub tersebut sudah berbadan hukum dengan nama PT Persis Solo Saestu (PT PSS) dan pada tahun 2016 juga telah menggandeng PT Syahdana Property Nusantara (PT SPN) sebagai investor, namun Persis Solo belum juga bangkit dari keterpurukan prestasi. Juara perserikatan 7 kali itu harus puas bermain di Liga 2 dan belum juga promosi ke Liga 1.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Lebih Terbuka
Masalah yang tengah menimpa Persis Solo bermula dari pelepasan 70 persen saham dari total 90 persen saham yang dimiliki oleh SHW di PT PSS kepada Vijaya Fitriasa tanpa melalui mekanisme RUPS. Artinya akuisisi tersebut dinilai tidak sah dan secara cacat hukum sebab dilakukan tanpa melibatkan Her Suprabu sebagai perwakilan dari masyarakat Solo dan 26 Klub Internal Persis yang memiliki saham di situ.
Suporter dan Wali Kota Surakarta selaku pemangku wilayah dan pengelola Stadion Manahan, Solo masih menanti Vijaya dan Sigit Haryo Wibisono, pemilik saham terbesar kedua Persis Solo juga untuk menjelaskan secara terbuka apa yang tengah terjadi di klub tersebut serta menuntut supaya polemik perihal akuisisi saham segera diakhiri dengan membicarakan hal ini di RUPS.
"Saya menyarankan agar manajemen Persis Solo lebih terbuka dan transparan dalam menjelaskan apa yang terjadi dan rencana jangka panjang klub tersebut. Termasuk soal akuisisi yang menjadi problem tersebut. Transparansi harus diambil klub tersebut, karena hal itu bisa pula mengundang investor-investor lain yang memang ingin serius membangun Persis Solo," pungkas Fritz.
Advertisement