Liputan6.com, Jakarta Indonesia masih belum bebas dari penyakit tidak menular yang mematikan yaitu stroke. Bahkan, penyakit ini menempati peringkat terbesar ketiga dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Cut Putri Ariane mengatakan, mengungkapkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan 2018 soal prevalensi stroke di Indonesia.
Advertisement
"Data Riskesdas 2013 prevalensi stroke nasional 12,1 permil, sedangkan pada Riskesdas 2018 prevalensi stroke 10,9 permil," kata Cut seperti dilansir dari laman Sehat Negeriku milik Kemenkes pada Selasa (29/10/2019).
Dalam temu media di kantor Kemenkes dalam rangka Hari Stroke Sedunia 2019 Senin lalu, Cut juga mengungkapkan bahwa prevalensi tertinggi stroke adalah di Kalimantan Timur dengan angka 14,7 per mil dan terendah di Papua dengan angka 4,1 per mil.
Sejak 2016 hingga 2018, BPJS Kesehatan mencatat bahwa biaya pelayanan kesehatan untuk stroke terus meningkat. Apabila di 2016 mencapai 1,43 triliun rupiah, angkanya meningkat tahun berikutnya menjadi 2,18 triliun rupiah, dan mencapai 2,56 triliun rupiah di 2018.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Harus Ditangani Sebelum 4,5 Jam
Kematian akibat stroke sendiri sesungguhnya bisa dicegah apabila pasien segera mendapatkan penanganan yang tepat. Ketika seseorang terkena serangan penyakit itu secara mendadak, ia harus mendapatkan penanganan medis sebelum 4,5 jam.
Menurut Sekretaris Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Al Rasyid, waktu 4,5 jam adalah periode emas untuk mengurangi risiko kematian dan cacat permanen. Kemudian, pasien juga harus melakukan CT Scan untuk diketahui jenis strokenya.
"Tata laksana pada fase akut yang tepat akan memberikan dampak yang baik, namun harus diiringi dengan alat yang baik dan praktis," kata Al Rasyid dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, cek kesehatan serta menjaga gaya hidup sehat juga penting untuk mencegah seseorang terkena serangan stroke.
"Penyakit Kardioserebrovaskuler seperti stroke dan penyakit jantung koroner dapat dicegah dengan mengubah perilaku yang berisiko seperti penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat dan obesitas, kurang aktivitas fisik dan penggunaan alkohol," kata Cut.
Tidak lupa, pencegahan seperti deteksi dini juga perlu digalakkan agar penanganan stroke tidak menjadi lebih sulit.
"Langkah pencegahan begitu penting, juga menerapkan gaya hidup sehat adalah kunci untuk mencegah berbagai penyakit, termasuk stroke," kata Al Rasyid.
Advertisement