Liputan6.com, Karbala - Pasukan keamanan Irak yang mengenakan topeng dan pakaian hitam menembaki pengunjuk rasa di kota suci Syiah Karbala pada Selasa 29 Oktober 2019 waktu lokal, menewaskan 18 orang dan melukai sekitar 800 lainnya, kata pejabat yang identitasnya dirahasiakan.
Peristiwa itu menjadi salah satu serangan paling mematikan sejak Irak diguncang protes bulan ini.
Baca Juga
Advertisement
Serangan itu terjadi ketika rakyat Irak turun ke jalan selama lima hari berturut-turut, memprotes korupsi pemerintah, kurangnya layanan dan keluhan lainnya, demikian seperti dikutip dari Associated Press, Selasa (29/10/2019).
Sebelumnya, Gerakan demonstran tanpa pemimpin dan sebagian besar spontan direspons dengan peluru karet dan gas air mata aparat sejak hari pertama.
Setidaknya 72 pengunjuk rasa --tidak termasuk kematian terakhir di Karbala-- telah tewas sejak protes anti-pemerintah dilanjutkan di seluruh Irak pada Jumat 25 Oktober 2019.
Sekitar 157 orang tewas dalam gelombang protes di Irak awal bulan ini.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Simak video pilihan berikut:
Kronologi Insiden Selasa 29 Oktober
Para pejabat keamanan mengatakan, serangan pada Selasa terjadi di Karbala's Education Square, sekitar 2 kilometer dari Kuil Imam Hussein, di mana para pemrotes telah mendirikan tenda untuk aksi duduk.
Seorang saksi mata mengatakan, ratusan pemrotes berada di perkemahan ketika peluru tajam ditembakkan ke arah mereka dari sebuah mobil yang lewat.
Kemudian, orang-orang bersenjata, bertopeng, berpakaian preman hitam tiba dan mulai menembaki para pemrotes, kata saksi itu, yang tidak bersedia namanya disebutkan, karena khawatir akan keselamatannya.
Tenda terbakar, memicu nyala api, tambahnya.
Karbala, Baghdad dan kota-kota lain di wilayah selatan Irak, telah dicengkeram oleh gelombang protes anti-pemerintah yang mematikan yang sering berubah menjadi kekerasan, dengan pasukan keamanan menembaki para pengunjuk rasa dan pendemo membakar gedung-gedung pemerintah dan markas besar milisi yang didukung Iran --sebuah negara mayoritas Syiah.
Advertisement
Sekilas Demo Irak
Demonstrasi di Irak dipicu oleh kemarahan pada korupsi, stagnasi ekonomi dan layanan publik yang buruk.
Meskipun memiliki kekayaan minyak yang besar, Irak menderita pengangguran tinggi dan kerusakan infrastruktur, dengan pemadaman listrik yang sering memaksa banyak orang untuk bergantung pada generator swasta.
Protes telah berkembang dan demonstran sekarang menyerukan perubahan besar, bukan hanya pengunduran diri pemerintah.
Perdana Menteri Irak Adel Abdel-Mahdi telah menjanjikan perombakan pemerintah dan paket reformasi, yang telah ditolak para demonstran.
Pihak berwenang pada Senin mengumumkan jam malam dari tengah malam hingga jam 6 pagi di ibukota, saat protes baru di sana dan di seluruh Irak selatan pecah.
Seorang pejabat keamanan senior memperkirakan bahwa 25.000 pemrotes mengambil bagian dalam demonstrasi di ibukota.
Ribuan siswa bergabung dengan protes anti-pemerintah Irak pada Senin, ketika bentrokan dengan pasukan keamanan menembakkan tabung gas air mata menewaskan sedikitnya tiga demonstran dan melukai lebih dari 100.
Juga pada Senin, para siswa membolos kelas di beberapa universitas dan sekolah menengah di Baghdad dan di selatan Irak yang mayoritas Syiah untuk mengambil bagian dalam protes, meskipun pemerintah memerintahkan institusi pendidika untuk tetap beroperasi secara normal.
Salah satu dari mereka yang terbunuh adalah seorang mahasiswa kedokteran berusia 22 tahun, wanita pertama yang terbunuh sejak protes dimulai awal bulan ini. Tujuh belas siswa termasuk di antara yang terluka.