Liputan6.com, Jakarta - WhatsApp menggugat vendor software mata-mata (spyware) NSO Group.
Hal ini dilakukan karena WhatsApp menganggap, NSO Group terlibat dalam aktivitas peretasan pengguna layanan chat dengan enkripsi itu.
Dalam sebuah artikel yang diunggah di The Washington Post, Head of WhatsApp Will Cathcart mengatakan, perusahaannya memiliki bukti NSO terlibat langsung dalam serangan ke pengguna.
Baca Juga
Advertisement
"Sekarang kami berupaya meminta pertanggungjawaban NSO berdasarkan undang-undang negara bagian dan federal AS, termasuk US Computer Fraud and Abuse Act," kata Cathcart dalam tulisan, sebagaimana dikutip dari The Verge, Rabu (30/10/2019).
Masih menurut Cathcart, server terhubung dan layanan-layanan WhatsApp digunakan dalam serangan NSO Group.
"Ada bukti terkait akun WhatsApp yang dipakai dalam serangan vendor software itu. Meskipun serangan mereka sangat canggih," katanya.
Cathcart mengatakan, upaya pihak NSO untuk menutupi jejak tidak sepenuhnya berhasil. Pasalnya, menurut WhatsApp, ada sekitar 1.400 perangkat yang terinfeksi kode berbahaya tersebut.
Bawa ke Pengadilan
Dalam pernyataan yang terkait, pihak Citizen Lab mengatakan, mereka bekerja sama dengan WhatsApp sejak serangan terjadi. Kerja sama ini dilakukan untuk mengetahui siapa kemungkinan pelaku di balik serangan.
WhatsApp kemudian meminta pengadilan untuk mencegah NSO Group melakukan serangan yang sama di masa depan.
"WhatsApp akan terus melakukan apapun yang kami bisa, secara perlindungan internal maupun lewat jalur hukum. Hal ini dilakukan untuk melindungi privasi dan keamanan seluruh pengguna kami," kata Cathcart.
Sementara itu, dalam pernyataan, NSO Group masih membahas tudingan ini. "Dalam hal ini, sekuat mungkin kami membantah tuduhan dan akan melawan mereka dengan keras," kata pihak NSO Group.
Perusahaan kemudian mengatakan, akan mengambil tindakan jika salah satu produknya dipakai untuk tujuan lain, selain memerangi kejahatan atau terorisme.
Advertisement
Awal Masalah WhatsApp dan NSO Group
Sebelumnya, pada Mei 2019, celah kerentanan di WhatsApp terungkap.
Menggunakan celah tersebut, hacker bisa memasukkan spyware ke smartphone melalui sebuah panggilan video di WhatsApp, bahkan jika si penerima panggilan tidak menjawab teleponnya.
Saat itu, organisasi Citizen Lab yang menemukan kerentanan ini mengatakan, serangan tersebut dipakai untuk menyasar pada jurnalis dan aktivis HAM.
Software yang dipakai dalam serangan bernama Pegasus. Spyware ini dikembangkan oleh perusahaan bermarkas di Israel, NSO Group.
Software besutan NSO Group sendiri memang kabarnya banyak dipakai oleh negara-negara di seluruh dunia.
Ketika celah kerentanan di WhatsApp terungkap, NSO Group mengklaim mereka tidak terlibat dalam penggunaan langsung software ini dan hanya menyediakannya untuk klien.
(Tin/Ysl)