Jokowi Akan Angkat Masalah Limbah Plastik hingga Terorisme pada KTT ASEAN Ke-35

Jokowi dan Menlu Retno akan menghadiri KTT ASEAN ke-35 di Bangkok pada 2-4 November 2019.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 30 Okt 2019, 11:21 WIB
Press Briefing oleh Kementerian Luar Negeri dihadiri oleh Teuku Faizasyah, PLT Jubir Kemlu dan Jose Antonio Morato Tavares, ​Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. (Liputan6/ Benedikta Miranti T.V)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah pertemuan dengan berbagai negara di ASEAN pada Agustus lalu, Presiden Jokowi bersama Menlu Retno Marsudi akan menghadiri KTT ASEAN ke-35 pada 2-4 November 2019 di Thailand. 

Setelah segala rangkaian acara tersebut selesai dilaksanakan, Jokowi dan Retno memiliki agenda untuk mengadakan pertemuan bilateral bersama beberapa negara sahabat seperti Selandia Baru, Australia, India, Jepang serta Sekjen PBB.

Isu-isu yang akan dibahas masih berkaitan dengan apa yang telah dibawa dalam KTT ASEAN Agustus lalu, di antaranya isu Indo-Pasifik, Laut China Selatan, ASEAN Environment Programme (ASEP), masalah plastik dan limbah, penanggulangan bencana alam, ancaman terorisme dan radikalisme serta hubungan bilateral antarnegara. 

Perihal Outlook ASEAN terhadap Indo-Pasifik, kemungkinan Presiden Jokowi akan membahas tentang rancangan yang sudah rampung sekaligus mengajak negara-negara mitra ASEAN untuk melakukan kerja sama. Menlu Retno pun telah menyampaikan gagasan tentang penyelenggaraan ASEAN Indo-Pasifik Infrastructure and Connectivity Forum pada 2020 mendatang.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Masalah Kontainer Limbah

Press Briefing oleh Kementerian Luar Negeri dihadiri oleh Teuku Faizasyah, PLT Jubir Kemlu dan Jose Antonio Morato Tavares, ​Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. (Liputan6/ Benedikta Miranti T.V)

Spesifik mengenai re-ekspor kontainer limbah, Teuku Fauziyah selaku Plt Jubir Kemlu mengatakan, Kemlu telah menindaklanjuti instruksi dari Presiden Jokowi. Maka dari itu, Menlu Retno telah memberi perintah kepada sejumlah pejabat untuk memanggil para duta besar negara tempat kontainer itu berasal. 

Dipanggilnya beberapa duta besar oleh pihak Kemlu, membuat mereka berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan kontainer berisi limbah. 

Kemlu menegaskan bahwa ini merupakan masalah yang ditangani secara serius, sehingga Kemlu akan terus mengawasi pergerakan yang dilakukan oleh negara tersebut. 

"Memang bila atau jika kajian ke depan tidak ada langkah kooperatif, maka pemerintah akan diingatkan kembali bahwa hal tersebut tidak dipenuhi dan akan ada langkah korektif, katakanlah seperti mengingatkan kembali, memberi nota peringatan dll," ujar Fauziyah di kantornya pada Rabu (30/10/2019).

Ia menambahkan, terkait masalah ini, sebenarnya harus ada kerja sama dari kedua pihak baik negara pengimpor dan pengekspor. Indonesia sebagai negara pengimpor juga harus memastikan bahwa tidak ada bahan berbahaya yang terkandung dalam ekspor tersebut. Sedangkan, bagi negara pemilik kontainer tersebut, mereka harus memastikan bahwa tidak akan ada limbah berbahaya yang tertinggal di pelabuhan.

Pihak Indonesia mengharapkan para dubes yang telah menerima peringatan bisa ikut mengingatkan para perusahaan yang mengirim limbah itu untu membawa kembali ke negerinya.


Karhutla dan Terorisme

Press Briefing oleh Kementerian Luar Negeri dihadiri oleh Teuku Faizasyah, PLT Jubir Kemlu dan Jose Antonio Morato Tavares, ​Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. (Liputan6/ Benedikta Miranti T.V)

Jose Tavares selaku Dirjen Kerja Sama ASEAN mengatakan bahwa Indonesia siap untuk menjelaskan masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mungkin akan dibahas oleh beberapa negara tetangga. 

Menurutnya, negara lain perlu mengetahui bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil tindakan serius terhadap masalah tersebut dengan menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk beberapa perusahaan. 

Selain itu, terorisme juga akan diangkat karena dianggap masih mengancam stabilitas banyak negara. Hal tersebut mungkin saja dibahas secara khusus lantaran banyak negara yang mengalami tantangan yang sama termasuk para warga negara yang terlibat dalam keanggotaan kelompok militan.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya