Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar memaparkan, persoalan utama kenaikan iuran BPJS Kesehatan, yang termaktub dalam Peraturan Presiden RI No 75 Tahun 2019. Perpres ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Ada sederet beban yang akan dialami peserta BPJS Kesehatan. Pertama, potensi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri yang menjadi non aktif. Artinya, tidak membayar iuran BPJS Kesehatan sebagaimana yang sudah ditetapkan.
Advertisement
"Persoalannya terletak pada pasal 34, tentang PBPU atau peserta mandiri yang sedemikian besar kenaikannya. Iuran kelas III menjadi Rp42.000, kelas II menjadi Rp110.000, dan Kelas I menjadi Rp160.000," jelas Timboel melalui keterangan tertulis kepada Health Liputan6.com, Rabu (30/10/2019).
Kenaikan tersebut sangat memberatkan peserta mandiri, yang akan memberikan efek terhadap keinginan membayar (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) yang menurun.
"Potensi kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi non aktif akan semakin bertambah," lanjut Timboel.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Jauhkan Masyarakat dari Layanan Kesehatan
Data BPJS Watch mencatat, pada 30 Juni 2019, peserta mandiri yang non aktif sebanyak 49,04 persen. Setelah dinaikkan iuran mandiri akan terjadi peningkatan peserta non aktif.
Kedua, masyarakat akan dijauhkan dengan layanan kesehatan.
"Semangat baik Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan--semestinya mendekatkan dan memudahkan masyarakat ke fasilitas kesehatan. Dengan adanya kenaikan iuran, masyarakat akan dijauhkan lagi dengan pelayanan kesehatan," Timboel menerangkan.
Ketiga, peserta kelas I dan II dinilai akan memberatkan mereka di tengah pelayanan BPJS Kesehatan. Beberapa kesulitan yang terjadi, di antaranya, mencari kamar perawatan, menanti jadwal operasi yang lama, dan masih disuruh beli obat.
Advertisement
Pendapatan Iuran Menurun
Keempat, pendapatan iuran peserta kemungkinan menurun. Kenaikan iuran 100 persen akan membuat keinginan untuk membayar iuran malah menurun.
Bahkan adanya keinginan untuk turun kelas perawatan dari kelas I dan II menjadi kelas III sudah terjadi sejak isu kenaikan iuran dipublikasikan.
"Akibat turun kelas dan peserta non aktif meningkat, kemungkinan pendapatan iuran dari peserta mandiri akan menurun," papar Timboel.
Ia melanjutkan, pasal 34 berpotensi menimbulkan gejolak penolakan dari masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah mengkaji lagi pasal 34. Pemerintah sebaiknya menaikan iuran untuk peserta mandiri dalam batas yang wajar saja.