Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengarahkan perbaikan neraca perdagangan agar tidak defisit pada Kabinet Indonesia Maju. Hal ini dapat diwujudkan dengan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih agresif.
Ketua Umum Masyarakat Energi Baru Terbarukan (METI) Surya Darma mengatakan, untuk mewujudkan arahan Presiden Jokowi memperbaiki naraca pedagangan, dapat diwujudan dengan menurunkan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak mentah.
"Pesan Bapak Presiden adalah menurunkan impor minyak," kata Surya, di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Surya, untuk mengurangi impor BBM dan minyak, konsumsi energi fosil tersebut juga harus dikurangi, kemudian diimbangi dengan pengembangan EBT yang lebih agresif untuk menggantikan BBM dan minyak.
"Mengurangi impor minyak dengan pemanfaatan EBT otomatis memperbaiki neraca perdagangan," tuturnya.
Surya melanjutkan, pengembangan EBT mejadi salah satu visi misi Presiden Jokowi pada kabinet barunya, sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan peningkatan porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.
"Dalam KEN itu disebutkan, secara perlahan mulai 2014-2025 EBT ditingkatkan dari posisi saat itu 6 persen jadi 23 persen," ujarnya.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bauran Energi
Surya mengungkapkan, untuk mencapai target EBT 23 persen dalam bauran energi, terdiri dari dua komponen yaitu pengoperasian pembangkit listrik EBT harus mencapai 45 ribu Mega Watt (MW) dan pengurangan porsi BBM dengan dengan Bahan Bakar Nabati (BBN).
"23 persen terdiri dari dua komponen, komponen kelistrik dan bahan bakar. Satu untuk kelistrikan dalam enam kelompok besar EBT yaitu panas bumi, angin, air, matahari, laut dan biomassa. Bahan bakar pada transportasi BBN," tandasnya.
Advertisement