Twitter Setop Terima Iklan Politik Mulai 22 November 2019

CEO Twitter, Jack Dorsey, pada Rabu (30/10/2019), mengumumkan Twitter akan berhenti menerima iklan politik mulai 22 November 2019.

oleh Andina Librianty diperbarui 31 Okt 2019, 10:49 WIB
Jack Dorsey, CEO Twitter yang menjalani diet ketat. (dok.Instagram @jackdorsey_square/https://www.instagram.com/p/BkUUn3-A29j/Henry

Liputan6.com, Jakarta - CEO Twitter, Jack Dorsey, pada Rabu (30/10/2019), mengumumkan Twitter akan berhenti menerima iklan politik. Kebijakan ini berlaku di seluruh dunia, dan akan dimulai pada 22 November 2019.

"Kami telah memutuskan untuk menghentikan semua iklan politik di Twitter secara global. Menurut kami, jangkauan pesan politik seharusnya didapatkan, bukan dibeli," ungkap Dorsey melalui akun Twitter miliknya.

"Pesan politik didapatkan ketika orang-orang memutuskan untuk mengikuti sebuah akun atau retweet. Membayar untuk mencapai menghilangkan keputusan tersebut, memaksa pesan politik yang sangat dioptimalkan dan ditargetkan pada orang-orang. Kami meyakini keputusan tersebut tidak boleh dikompromikan dengan uang," tambahnya.

Chief Financial Officer Twitter, Ned Segal, mengungkapkan perusahaan mendapat pemasukan tidak kurang dari USD 3 juta dari iklan politik pada tahun lalu. Ia menegaskan keputusan Twitter tidak berdasarkan uang.

"Keputusan ini berdasarkan prinsip, bukan uang," katanya.

 

 


Perbedaan Sikap Twitter dan Facebook

Ilustrasi Twitter (iStockPhoto)

Dikutip dari CNN, Kamis (31/10/2019), keputusan Twitter ini muncul di tengah pengawasan ketat penanganan Silicon Valley terhadap iklan-iklan politik. Perusahaan media sosial, terutama Facebook, dikritik karena mengizinkan politisi menjalankan iklan palsu.

Pernyataan Dorsey berbanding terbalik dengan eksekutif Facebook, Mark Zuckerberg dan Sheryl Sandberg, yang bersikeras mempertahankan kebijakan Facebook untuk tidak melakukan fact-checking terhadap iklan-iklan politik.

Zuckerberg menegaskan pendiriannya soal iklan politik pada Rabu (30/10/2019), dengan menyoroti perbedaan Facebook dan Twitter.

Tanpa secara langsung menanggapi pernyataan Dorsey, Zuckerberg membuka pengumuman pendapatan kuartal III perusahaan dengan mengatakan, "kita harus hati-hati dalam mengadopsi lebih banyak aturan," mengenai pernyataan politik.

"Di dalam demokrasi, saya pikir tidak tepat bagi perusahaan-perusahaan private menyensor politisi atau berita," tuturnya.

CEO Facebook itu menambahkan, akan melakukan evaluasi keuntungan mengizinkan iklan politik di layanannya. Sejauh ini, ia menyimpulkan mengizinkan iklan politik adalah pilihan yang tepat.

 


Respon Politisi dan Rincian Keputusan Twitter

Ilustrasi Twitter (Liputan6.com/Sangaji)

Manager kampenye Presiden AS Donald Trump, Brad Parscale, menilai keputusan Twitter sebagai "keputusan yang sangat bodoh bagi pemegang saham mereka."

"Ini adalah upaya lain untuk membungkam konservatif. Twitter tahu Presidem Trump memiliki program online paling canggih yang pernah ada," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dalam serangkaian twit panjang tentang keputusan Twitter, Dorsey mengatakan periklanan internet memiliki kekuatan yang sangat kuat dan efektif untuk pengiklan komersial.

Kekuatan tersebut membawa risiko yang sangat signifikan untuk politik, karena dapat memengaruhi suara yang berdampak pada kehidupan jutaan orang.

"Iklan politik internet mewakili tantangan baru bagi wacana kewarganegaraan: optimasi pesan berdasarkan machine learning, dan penargetan mikro, informasi menyesatkan yang tidak diperiksa, dan tipuan yang mendalam. Semua itu dengan peningkatan kecepatan, kecanggihan, dan skala yang luar biasa," jelas Dorsey.

Dorsey mengatakan, Twitter juga akan berhenti menjalankan iklan isu, yang dicirikan oleh Twitter sebagai iklan yang bertujuan mengadvokasi atau menentang isu legislatif yang memiliki kepentingan nasional.

Dorsey akan berbagi lebih banyak rincian tentang kebijakan baru Twitter mengenai iklan politik ini pada 15 November.

(Din/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya