Sinergikan Data Lahan Pertanian, Mentan Temui Menteri ATR

Kedua menteri menyamakan persepsi dan data tentang data lahan baku sawah.

oleh Athika Rahma diperbarui 31 Okt 2019, 11:33 WIB
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo bertemu dengan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil. (Liputan6.com/Athika Rahma)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo bertemu dengan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil di kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kamis (31/10/2019). Pertemuan ini bertujuan untuk mencocokkan data lahan baku sawah yang dimiliki tiap lembaga terkait.

Langkah ini dinilai sebagai awal untuk menyatukan seluruh data pertanian agar tidak terdapat perbedaan konsepsi.

"Kita menyamakan persepsi dan data tentang data lahan baku sawah, ya, beberapa waktu yang lalu ada perbedaan data yg telah di-publish dengan prespektif kementerian pertanian," ujar Sofyan di Gedung Kementerian ATR/BPN.

Syahrul mengatakan, mereka juga membicarakan tentang definisi sawah antar kementerian, agar tidak terjadi perbedaan persepsi.

"Sebenarnya, definisi sawah (Kementan dan ATR/BPN) sama," ujar Syahrul.

Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN mempublikasi data lahan baku sawah seluas 7,1 juta hektare pada tahun 2018. Namun, saat Kementan melakukan verifikasi ulang, hasilnya berbeda.

"Sekarang, kita sudah verifikasi data lahan di 20 provinsi penghasil beras utama. Dan sudah ada data yang disepakati bersama oleh BPS (Badan Pusat Statistik), BIG (Badan Informasi Geospasial), Kementan dan ATR/BPN," ujar Sofyan.

Untuk hasil spesifiknya, Sofyan tidak bisa menyebutkannya sekarang karena perhitungannya memakan waktu. Namun dirinya berharap, bulan depan, data koreksi dari publikasi tahun lalu bisa segera keluar.

"Mudah-mudahan, 1 Desember data yang baru dan sudah dikoreksi bisa keluar," ujarnya.

 

 * Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Beras Mahal hingga Data Tak Akurat Jadi Masalah Utama Pertanian RI

Darmin Nasution (kiri) dan Airlangga Hartarto berfoto bersama saat acara serah terima jabatan (Sertijab) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Airlangga resmi menggantikan Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan PISAgro dan IBCSD (Indonesia Bussines Council for Sustainable Development) menyelenggarakan Responsible Bussines Forum (RBF) On Food and Agriculture. Di hadapan pengusaha dan akademisi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution membeberkan sejumlah masalah di sektor pertanian yang mesti diatasi.

"Terkait dengan panen, masalah utama kami adalah mahalnya harga beras dan panen yang berkualitas rendah. Antara lain disebabkan oleh kurangnya riset teknologi dan mesin pengering. Perikanan, terbatasnya peralatan mahalnya biaya logistik, dan terbatasnya cold storage," ungkapnya di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

Lebih jauh, Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini juga memaparkan berbagai langkah dan kebijakan yang sudah ditempuh pemerintahan.

"Pemerintah telah mencoba beberapa inisiatif. Dalam pengembangan panen pertanian, kita fokus pada peningkatan kualitas data karena tidak akuratnya data juga menjadi masalah, pengadaan infrastruktur pasca panen, serta perbaikan rantai pasok," jelas dia.

Sedangkan untuk menggiatkan sektor perkebunan, langkah pemerintah antara lain mendorong peremajaan tanaman, penanaman kembali, serta menginisiasi kerja sama antara petani kecil dan perusahaan swasta melalui skema offtaker.

Darmin juga menyinggung program perhutanan nasional untuk memberikan akses lebih luas kepada masyarakat. Tak hanya itu, program sertifikasi lahan juga menjadi andalan pemerintah Jokowi untuk meningkatkan kinerja serta kesejahteraan petani.

"Sertifikasi lahan hanya awal. Habis itu ada perhutanan sosial. Habis itu ada peremajaan komoditas perkebunan, nanti kita masuk ke karet dan lainnya. Kami juga desain ulang transmigrasi menjadi konsep yang lebih clustering tanamannya. Terakhir barangkali reforma agraria," tandas Darmin.

 

Reporter : Wilfridus Setu Embu

Sumber : Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya