Liputan6.com, Washington DC - Popularitas unit pasukan khusus Amerika Serikat dari cabang Angkatan Laut, SEALs Team 6 atau Naval Special Warfare Development Group (DEVGRU) mungkin cukup lazim dikenal bagi sebagian kalangan, terlebih, ketika mereka berhasil memburu pemimpin kelompok teroris Al Qaeda dalang serangan 9/11, Osama bin Laden pada 2011 silam.
Baca Juga
Advertisement
Kini, sebuah unit elite lain milik AS mencuat ke ambang popularitas serupa, menyusul operasi penyerbuan militer Amerika ke kompleks persembunyian pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi di Suriah, yang berujung pada kematian bos kelompok teroris paling dicari pada akhir pekan lalu.
Mereka adalah Delta Force yang kini populer disebut-sebut oleh sejumlah media, meski eksistensi mereka --yang secara resmi disangkal oleh pejabat militer AS-- telah ada sejak hampir setengah abad silam.
Berikut sejumlah fakta tentang unit elite pemburu bos ISIS tersebut, seperti dikutip dari Business Insider, Kamis (31/10/2019).
Simak video pilihan berikut:
1. Eksistensinya Secara Formal Disangkal
Delta Force bukan nama resmi unit yang berembrio dari cabang Angkatan Darat AS tersebut. Sejumlah pejabat militer AS bahkan secara formal menyangkal eksistensinya.
Demi menyamarkan atau menyangkal keberadaan mereka (plausible deniability), AS sengaja menyebarkan nama-nama lain di media, yang jika ditelusuri, sejatinya merujuk pada unit pasukan yang sama. Nama-nama itu antara lain: 1st Special Forces Operational Detachment-Delta (SFOD-D), Army Compartmented Element (ACE), Special Mission Unit (SMU), atau Gugus Tugas Hijau (Task Force Green).
Namun, pasukan itu telah berdiri sejak lama, yakni pada tahun 1977 yang terinspirasi dari Special Air Service (SAS) Inggris --sebuah unit komando Britania. Pembentukannya saat itu disesuaikan dengan kebutuhan mendesak situasi penyanderaan di Kedubes AS di Teheran selama revolusi Islam Iran dan dorongan dari sejumlah pejabat militer mengenai pembentukan unit yang terspesialisasi untuk misi kontra-terorisme dan pertempuran asimetris.
Delta Force dewasa ini sejatinya tergabung dalam Komando Gabungan Operasi Khusus AS (JSOC), yang merupakan sebuah organisasi payung untuk semua unit pasukan khusus dari berbagai cabang angkatan bersenjata.
Kantor pusat mereka terdaftar di Pangkalan AD-AS di Fort Bragg, North Carolina. Namun, sebagaimana dilaporkan oleh the New York Times, "tidak akan ada satu orang pun di Fort Bragg yang akan menunjukkan arah jika Anda bertanya di mana kantor Delta Force berada, karena secara resmi, mereka tidak ada."
Selama di lapangan, media AS melaporkan bahwa penampakan operator Delta "secara signifikan sangat berbeda dari unit tempur konvensional lainnya." Mereka biasanya berambut panjang, berjanggut, mengenakan seragam kamuflase tanpa patch identifikasi apapun (bahkan termasuk bendera AS), senjata yang berbeda, atau bahkan dalam beberapa situasi, berpakaian seperti milisi atau paramiliter sipil.
Advertisement
2. Misi Penting
Delta Force juga telah terlibat dalam beberapa operasi berprofil dan berisiko tinggi, seperti misi 1993 di Somalia yang menginspirasi film "Black Hawk Down," serta operasi rahasia lain yang mungkin tidak akan pernah diketahui oleh publik.
Pada misi mereka di Somalia --yang kemudian diungkap ke publik-- Delta diperintahkan untuk menangkap pemimpin milisi Somalia Mohamed Farrah Aidid di Mogadishu dan upaya selanjutnya untuk menyelamatkan pilot Angkatan Darat Michael Durant setelah helikopternya jatuh selama misi.
Lima operator Delta tewas dalam insiden itu, serta 14 tentara AS lainnya. Beberapa ratus pejuang dan warga sipil Somalia juga terbunuh.
Delta juga terlibat dalam upaya gagal menyelamatkan sandera dari Kedutaan Besar AS di Iran pada 1980.
1st SFOD-D telah banyak terlibat dalam perang di Afghanistan dan kedua perang Irak, serta berperan penting dalam menangkap Saddam Hussein.
Delta menarik diri dari Irak ketika pasukan AS di sana pergi pada 2011, tetapi telah secara konsisten hadir dalam perang melawan ISIS di negara itu, tulis Wesley Morgan di The Washington Post pada 2015 .
ACE memiliki hubungan dekat dengan Kurdi Irak yang memerangi ISIS dan beroperasi di Suriah, termasuk membunuh pemimpin tinggi kelompok simpatisan ISIS, Abu Sayyaf di sana pada 2015, tulis Morgan.
3. Misi Lain yang Pernah Dilakukan oleh Operator Delta
Selain misi-misi penting di atas, Delta Force juga dilaporkan --namun tidak dikonfirmasi oleh pemerintah AS-- pernah terlibat dalam beberapa operasi militer lain, seperti: Invasi AS ke Grenada 1983, Invasi AS ke Panama 1989-1990, Perang Teluk I dan II, Perang Kartel Kolombia, Kudeta Haiti 1991, Perang Bosnia, Global War on Terror 2001 - sekarang, hingga peringkusan bos kartel Sinola Joaquin Guzman.
Selain itu, mengingat nuansa kerahasiaan operasi mereka, Delta Force mungkin diduga terlibat dalam sejumlah misi militer lain yang sengaja tidak diungkap ke publik oleh pemerintah AS.
Advertisement
4. Terbaik di Antara yang Terbaik
Mereka adalah creme de la creme, atau yang terbaik di antara yang terbaik. Anggota Delta biasanya tentara terbaik di antara unit tempur terbaik dari berbagai cabang angkatan bersenjata.
Mayoritas adalah tentara karier dari: US Special Forces (pasukan khusus AD-AS, seperti Kopassus) dan US Army Ranger (unit infantri khusus AS, seperti Batalion Raider TNI-AD), dengan beberapa merupakan operator lintas cabang angkatan bersenjata (seperti Korps Marinir, AL, AU, atau Coast Guard).
Para calon rekrutmen harus lolos uji kualifikasi fisik yang sangat keras serta harus sehat secara psikologis guna melakukan operasi yang melelahkan.
Setelah rekrutmen lulus bagian fisik dan psikologis dari penilaian, mereka diajarkan keterampilan seperti keahlian menembak dan seni pertukaran intelijen (covert trade-craft) dengan belajar dari Badan Intelijen CIA dan metode spionase lainnya selama enam bulan Kursus Pelatihan Operator, mantan operator Eric Haney mengatakan dalam bukunya, "Inside Delta Force".
Per-2017, hanya ada sekitar 1.200 personel (operator) Delta. Angka itu pun tidak dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan AS.