Sri Mulyani Siapkan Dana Talangan BPJS Kesehatan Rp 14 Triliun

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah siap mencairkan dana talangan

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Okt 2019, 14:23 WIB
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan demikian, kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100 persen mulai berlaku 1 Januari 2020.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah siap mencairkan dana talangan. Nantinya dana talangan tersebut digunakan untuk menutup kenaikan besaran BPJS Kesehatan bagi Penerima Bantuan Indonesia (PBI)

"Akan kita bayarkan sesegera mungkin," kata Sri Mulyani saat ditemui di Jakarta, Kamis (31/10).

Sri Mulyani meenyebut berdasarkan dana yang dihitung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 maka total yang akan dicarikan yakni sekitar Rp14 triliun. Jumlah itu, nantinya juga dipergunakan untuk menambal di berbagai daerah.

"Sekitar Rp14 triliun . Nanti kami akan lihat karena kita juga bayar untuk daerah," tandasnya.

Seperti diketahui, kenaikan iuran bagi Peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan Peserta BP (Bukan Pekerja) BPJS Kesehatan yaitu sebesar: a. Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III; b. Rp110 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau c. Rp160 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengusaha Minta Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Ditunda

Ilustrasi BPJS Kesehatan

Pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020. Secara rinci, iuran BPJS naik 100 persen, mulai dari Kelas I hingga Kelas III.

Sementara UMP sendiri akan naik 8,51 persen dengan dasar perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dilihat dari sisi perusahaan, diakui kebijakan ini berpengaruh terhadap operasional perusahaan.

Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan, pengusaha yang turut menanggung kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan UMP 2020, pasti harus menyesuaikan strategi perusahaan terhadap kebijakan ini. Apalagi, dengan kondisi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian.

"Akan terjadi efisiensi yang sangat ketat terutama pengusaha sektor tertentu yang berimbas dari ekonomi global, seperti ritel," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (31/10/2019).

 


Industri Padat Karya

Verifikasi digital klaim BPJS Kesehatan sudah diterapkan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sejak 14 Maret 2018. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Bukan hanya ritel, lanjut Sarman, pengusaha sektor industri padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki, bahkan sektor properti mengalami hal yang sama.

"Sedikit banyak pasti berpengaruh (pada pengusaha), tapi kalau sampai tutup sih nggak," tuturnya.

Oleh karenanya, Sarman meminta agar kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda oleh pemerintah. Kendati demikian, pengusaha mungkin akan melakukan perundingan dengan serikat pekerja untuk menemukan solusi terbaik.

"Direksi BPJS harus bisa mencari cara agar masyarakat mau membayar iuran agar yang menunggak tidak terlalu banyak," tutup Sarman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya