Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menilai, keberadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai tenaga fungsional untuk bantu pemerintah melayani masyarakat masih sangat dibutuhkan.
Namun, butuh transisi waktu agar PPPK benar-benar dapat menjalani tugas selaku pelayan publik. Sebab, peran tersebut saat ini masih dipegang oleh Pegawai Negeri Sipil atau PNS.
Baca Juga
Advertisement
Kepala BKN Bima Haria Wibisana coba membandingkan peran PNS dan PPPK di luar negeri. Menurutnya, tugas sebagai pelayan publik itu semestinya menjadi tanggung jawab penuh PPPK, sementara PNS adalah pihak pembuat kebijakan.
"Di luar negeri itu semua guru, tenaga pendidikan, semua tenaga kesehatan, semua tenaga pelayanan publik, itu PPPK statusnya. Tidak ada yang PNS," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Kamis (31/10/2019).
"Yang PNS adalah orang-orang yang membuat kebijakan, dan mengeksekusi kebijakan. Yang pelayanan publik, itu adalah PPPK," dia menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Butuh Peralihan
Namun, lantaran kondisi di Indonesia berkebalikan dari apa yang diutarakannya, maka dibutuhkan masa peralihan. "Perlu transisi waktu," sambung Bima.
Menjawab kebutuhan akan PPPK, pemerintah telah merangkumnya dengan membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam regulasi tersebut, tercatat bahwa PPPK akan mendapat gaji dan tunjangan setara PNS.
Meski undang-undang tersebut belum mengatur uang pensiun bagi PPPK, Bima menyampaikan, mereka bisa mengakalinya dengan mengalihkan sedikit gajinya untuk asuransi pensiun.
"Tidak mengatur bukan berarti mereka tidak boleh ambil pensiun. Kan bisa saja dibuatkan skema, misalnya asuransi pensiun, karena mereka yang PPPK kan tidak dipotong iuran pensiunnya," tuturnya.
"Kalau mereka tetap mau dipotong, mau ikut skema asuransi pensiun untuk PPPK, silakan. Kalau enggak mau juga enggak apa-apa," dia menandaskan.
Advertisement