Usai Cadar, Menag Fachrul Razi Permasalahkan soal Celana Cingkrang PNS

Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan pernyataan soal celana cingkrang dan cadar bagi ASN.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 01 Nov 2019, 09:58 WIB
Menteri Agama Fachrul Razi (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi mengeluarkan pernyataan soal celana cingkrang dan cadar bagi PNS/ASN.

Menag Fachrul mengkritik pegawai BUMN yang mengenakan celana cingkrang di lingkup pemerintahan. Sebab, penggunaan celana sudah ada standar aturannya.

"Dari aturan pegawai (celana cingkrang), misal ditegur celana kok tinggi gitu? Kamu enggak lihat aturan negara bagaimana? Kalau enggak bisa ikuti aturan, keluar kamu," semprot Menag Fachrul lagi.

Menurut dia, jiwa pegawai negara dan nasionalisme harus berjalan seiring seirama. Jika tidak sinkron, Ia menyarankan untuk keluar dari Indonesia.

"Sikap kita mesti sama, dibayar Indonesia harus hormat, kalau enggak bisa, keluar Indonesia, keluar dari wilayah ini," Menag Fachrul menandasi.

Sebelum melarang penggunaan celana cingkrang, Fachrul Razi juga menyinggung soal penggunaan cadar.

Fachrul Razi mewacanakan melarang niqab atau cadar masuk instansi pemerintah. Namun, wacana itu masih dalam kajian Kementerian Agama (Kemenag).

Menurut Fachrul Razi, saat ini belum ada larangan bagi wanita yang telah menggunakan cadar atau niqab tersebut dalam instasi pemerintah.

"Kalau orang mau pakai, silakan," kata Fachrul Razi saat ditemui di kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).

Meski baru sekadar wacana, pelarangaan niqab atau cadar ini sudah menuai pro dan kontra. Salah satunya datang dari PKS. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Didukung Menpan RB

Menpan RB Tjahjo Kumolo (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, belum ada aturan soal penggunaan cadar.

"Setahu saya kok enggak ada aturan undang-undang ya yang di Kemenpan loh, tapi yang lain silakan cek saja," ucap Tjahjo usai rapat di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Menurut dia, masing-masing instansi pasti ada aturannya. Untuk di Kemenpan RB tidak ada hal semacam itu.

"Masing-masing instansi juga punya aturan seragamnya apa. Pakai batik hari apa, pakai baju seragam hari apa. Kalau di Kemenpan saya belum melihat itu, tapi masing-masing sekecil apa pun di tingkat desa di tingkat rumah tangga, di tingkat instansi kelembagaan, punya aturan untuk berpakaian, tata cara adat budaya masing-masing kan. Masing-masing daerah juga ada dan sebagiannya," ungkap Tjahjo.

Dia menuturkan, sejauh ini belum dibahas mengenai wacana larangan penggunaan cadar di instansi pemerintahan. Oleh karena itu, dia masih membebaskan saja jika memang ada orang yang menggunakan cadar ketika masuk ke kantor pemerintahan.

"Ya sementara sih masih yang saya tahu masing-masing instansi punya aturan," ucap Tjahjo.


Kata Muhammadiyah

Ilustrasi cadar. (AP)

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan, ada dua hal yang harus dilihat secara seksama terkait rencana kebijakan Kemenag terkait dengan pelarangan pemakaian cadar di kantor Pemerintah.

Yang pertama, kata dia, soal alasan kode etik kepegawaian. Kalau mereka adalah pegawai, maka siapapun harus mematuhi kode etik pegawai. Bahkan dalam konteks pembinaan, kepatuhan kepada kode etik berbusana adalah bagian dari penilaian kinerja dan loyalitas kepada institusi.

"Hal ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang bercadar, tapi juga mereka yang berpakaian tidak sopan yang tidak sesuai dengan norma agama, susila, dan budaya bangsa Indonesia," kata Abdul saat dikonfirmasi, Kamis (31/10/2019).

Kedua, lanjut dia, dalam ajaran Islam terdapat kewajiban menutup aurat baik bagi laki-laki atau perempuan. Di kalangan ulama terdapat ikhtilaf mengenai cadar sebagai salah satu busana menutup aurat. Sebagian besar ulama berpendapat bercadar bukanlah wajib. Perempuan boleh menampakkan muka dan telapak tangan.

"Muhammadiyah berpendapat bahwa bercadar tidak wajib. Yang perlu diluruskan adalah pemahaman mereka yang bercadar sebagai teroris atau radikal. Itu penilaian yang sangat dangkal dan berlebihan," jelas Abdul.

Karenanya, masih kata dia, kebijakan Menteri Agama tersebut tidak ada yang salah.

"Kebijakan Menteri Agama yang melarang perempuan bercadar tidak bertentangan dengan Islam dan tidak melanggar HAM. Kebijakan tersebut harus dilihat sebagai usaha pembinaan pegawai dan membangun relasi sosial yang lebih baik," pungkasnya.


Tidak Etis?

Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Ali Sera.

Terkait penggunaan cadar, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, seharusnya negara tidak perlu mengatur urusan pribadi.

"Kalau saya menggarisbawahi, itu ruang privat. Kalau ruang privat itu paling enak jangan terlalu diintervensi oleh negara. Karena negara bagaimanapun mengatur di ruang publik," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Namun, Mardani tidak terlalu mengetahui hukum menggunakan cadar. Oleh karena itu, dia menyarankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa terkait cadar tersebut.

"Kalau dia (cadar) tak wajib ya enggak masalah. Tapi kalau dia ada dasarnya saya agak khawatir ini masuk di ruang privat. Karena itu harus hati-hati masuk ke ruang privat," ujar Mardani.

Terlebih, dia mengingatkan, cara terbaik melawan radikalismea ialah dialog dan literasi bersama penegakan hukum. Dia khawatir, larangan penggunaan cadar akan memperlebar jarak antara pemerintah dan warga yang terpapar radikalisme.

"Bukan buat memperlebar dan memperluas frontnya gitu," kata Mardani.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya