Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Triwulan III 2019 Terkendali

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengadakan rapat berkala Kamis (31/10) di Bank Indonesia, Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2019, 14:32 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani, (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Gubernur BI Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah saat konpers hasil rapat KSSK, Jakarta Selasa (31/7). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengadakan rapat berkala Kamis (31/10) di Bank Indonesia, Jakarta. Rapat dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, rapat KSSK menyimpulkan stabilitas sistem keuangan triwulan III 2019 tetap terkendali di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian global. Ketidakpastian ini masih dipengaruhi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok, meskipun pada Oktober 2019 sedikit mereda.

"Perkembangan ini menyebabkan penurunan volume perdagangan dan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia diikuti dengan melemahnya harga komoditas dan tekanan inflasi," ujarnya di Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Berbagai negara merespons perkembangan ini dengan melonggarkan kebijakan moneter dan memberikan stimulus fiskal, yang kemudian mendorong masuknya aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dari sisi domestik, Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi masih tetap baik meskipun kontraksi kinerja ekspor perlu mendapat perhatian karena berdampak pada kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kinerja Neraca Pembayaran

Ketua KSSK Sri Mulyani sampaikan hasil rapat koordinasi yang dilakukan oleh seluruh anggota KSSK dari BI, OJK, dan LPS ( Foto:Merdeka.com/Anggun P.Situmorang)

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan III-2019 diprakirakan membaik didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang tetap besar serta defisit transaksi berjalan yang terkendali. Cadangan devisa masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional.

Kinerja NPI yang membaik berdampak pada nilai tukar rupiah yang menguat. Sementara itu, inflasi terkendali pada level yang rendah dan stabil di dalam target 3,5+1 persen. Ketahanan ekonomi yang terjaga pada gilirannya mendukung stabilitas sistem keuangan.

Stabilitas sistem keuangan yang terkendali didukung ketahanan perbankan yang terjaga, likuiditas yang memadai, serta pasar uang yang stabil. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tinggi dan risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah.

Kecukupan likuiditas tetap baik, tergambar dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi. Perkembangan ini berkontribusi pada penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit yang searah dengan pelonggaran suku bunga kebijakan moneter.

Koordinasi kebijakan KSSK yang terus diperkuat berdampak positif pada stabilitas sistem keuangan yang tetap baik. Koordinasi kebijakan diarahkan untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan sehingga tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

Selain itu, sinergi kebijakan juga diarahkan untuk memperkuat ketahanan eksternal melalui berbagai upaya meningkatkan ekspor barang dan jasa, serta menarik aliran masuk modal asing, termasuk penanaman modal asing.

BI memperkuat bauran kebijakan akomodatif dengan menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 100 bps sejak Juli hingga Oktober 2019. Hal ini sejalan dengan prakiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi ekonomi global yang melambat.

BI juga melakukan relaksasi kebijakan makroprudensial. Pertama, meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan melalui pelonggaran pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)/RIM Syariah. Kedua, mendorong permintaan kredit pelaku usaha melalui pelonggaran ketentuan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV), termasuk tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit/pembiayaan properti dan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan.

Selain itu, kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik, Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas belanja dan menjaga pelaksanaan program-program prioritas agar APBN mampu memberikan daya dorong yang optimal bagi perekonomian.

Pemerintah telah mengantisipasi potensi pelebaran defisit fiskal yang mungkin terjadi dan mempertimbangkan secara cermat beberapa opsi pendanaan yang dapat diambil, baik yang berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), penarikan pinjaman tunai, maupun penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

 


Pengelolaan Utang

Konferensi pers KSSK pada Selasa (31/7/2018) (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini Rahayu)

Dalam hal ini, Pemerintah akan mengedepankan prinsip efisiensi dan kehati-hatian dalam pengelolaan utang dengan tetap mengendalikan rasio utang dalam batas aman. Untuk melengkapi insentif fiskal dan moneter, OJK akan terus mengoptimalkan kontribusi sektor jasa keuangan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan ketahanan sektor jasa keuangan.

OJK akan terus memantau transmisi kebijakan moneter di pasar dan lembaga jasa keuangan, dimana saat ini suku bunga telah berada dalam tren yang menurun. Upaya lainnya dilakukan dengan mempertajam kebijakan dan insentif yang telah dikeluarkan dalam rangka pendalaman pasar keuangan, peningkatan akses keuangan, pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil, serta mendukung upaya pembiayaan pada sektor produktif yang prospektif dengan tetap memperhatikan aspek prudensial.

Di sisi lain, OJK juga terus melakukan penyempurnaan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan. Ke depan, OJK akan senantiasa memantau dinamika perkonomian global dan berupaya memitigasi dampaknya terhadap kinerja sektor jasa keuangan dengan mengeluarkan langkah-langkah dan kebijakan yang dibutuhkan pasar secara tepat waktu dan terukur.

Merespons tren penurunan suku bunga simpanan yang terjadi secara bertahap pasca penurunan suku bunga kebijakan moneter serta kondisi likuiditas perbankan yang relatif membaik, LPS pada periode September 2019 menurunkan kembali tingkat bunga penjaminan pada bank umum dan BPR masing-masing 25 bps menjadi sebesar 6,50% dan 9,0% untuk Rupiah sementara untuk valuta asing menjadi sebesar 2,00%.

Mempertimbangkan bahwa proses penyesuaian suku bunga simpanan masih berlangsung, LPS akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan Tingkat Bunga Penjaminan sesuai dengan perkembangan suku bunga simpanan dan hasil asesmen atas kondisi ekonomi makro, likuiditas perbankan serta stabilitas sistem keuangan.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya