Liputan6.com, Washington D.C - Pejabat pemerintah senior di beberapa negara sekutu AS menjadi target awal tahun ini dengan peretasan perangkat lunak yang menggunakan WhatsApp untuk mengambil alih ponsel pengguna.
Dilansir dari Straits Times, Jumat (1/11/2019) sumber yang mengetahui adanya penyelidikan internal WhatsApp, mengatakan sebagian besar korban yang diketahui adalah pejabat tinggi pemerintah dan pejabat militer yang tersebar di setidaknya 20 negara di lima benua.
Peretasan kelompok yang lebih luas dari smartphone pejabat tinggi pemerintah daripada yang dilaporkan sebelumnya menunjukkan intrusi cyber WhatsApp dapat memiliki konsekuensi politik dan diplomatik yang luas.
WhatsApp mengajukan gugatan pada hari Selasa terhadap pengembang alat peretasan Israel NSO Group.
Perusahaan perangkat lunak raksasa milik Facebook itu menuduh bahwa NSO Group membangun dan menjual platform peretasan yang mengeksploitasi kelemahan di server yang dimiliki WhatsApp untuk membantu kliennya meretas ke dalam ponsel dari setidaknya 1.400 pengguna.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun tidak jelas siapa yang menggunakan perangkat lunak itu untuk meretas ponsel pejabat, NSO mengatakan mereka menjual spyware secara eksklusif kepada pelanggan pemerintah.
Menurut sumber terdekat dari penyelidik, beberapa korban berada di Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, Pakistan dan India.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ternyata Tak Hanya Pejabat Pemerintah
Hingga kini, media daring Reuters masih belum bisa memverifikasi apakah korban dari negara-negara ini termasuk pejabat pemerintah.
Ungkapan itu ada karena banyak wartawan India dan aktivis hak asasi manusia mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka juga menjadi sasaran.
NSO tidak segera menanggapi pemberitaan tersebut.
Sebelumnya mereka membantah melakukan kesalahan, dengan mengatakan bahwa produknya hanya dimaksudkan untuk membantu pemerintah menangkap teroris dan penjahat.
Selama beberapa tahun terakhir, peneliti keamanan cyber telah menemukan produk NSO digunakan terhadap berbagai target, termasuk pemrotes di negara-negara di bawah pemerintahan otoriter. Namun, penggunaan alat-alat ini untuk menargetkan politisi kelas atas masih belum diketahui pasti.
Kelompok riset independen yang bekerja dengan WhatsApp, bernama CitizenLab, mengatakan setidaknya 100 korban adalah jurnalis dan pembangkang, bukan penjahat.
WhatsApp mengatakan telah mengirimkan pemberitahuan peringatan kepada pengguna yang terkena dampak pada awal pekan ini.
"Adalah rahasia umum bahwa banyak teknologi yang dicap untuk penyelidikan penegakan hukum digunakan untuk spionase negara-ke-negara dan politik," kata John Scott-Railton, seorang peneliti senior di CitizenLab.
Advertisement