Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menunggu hasil investigasi terkait dugaan kelebihan atau over kuota ekspor bijih nikel. Hasil investigasi tersebut untuk menjatuhkan sanksi bagi yang melanggar.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, Kementerian ESDM sudah mengirim tim terdiri dari inspektorat, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, surveyor dan inspektur tambang daerah, untuk melakukan investigasi ekspor nikel yang diduga over kuota.
"Timnya belum pulang, belum ada laporan, kan timnya belum pulang," kata Arifin, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia belum bisa membicarakan mengenai sanksi yang akan diberikan pihak yang diduga mengekspor bijih nikel lebih dari kuota, sebab masih menunggu hasil investigasi.
"Tunggu laporan dulu. Mudah-mudahan minggu depan, kalau timnya pulang kan kita sudah bisa olah," tuturnya.
Arifin mengaku masih menunggu laporan dari tim yang dikirim tersebut untuk mengetahui jumlah pasti volume bijih nikel yang diekspor. Terkait keberlanjutan ekspor bijih nikel, dia akan merujuk pada payung hukum yang ada.
"Kita lihat aturannya, kan ada aturannya relaksasi itu, tapi waktunya kan udah tinggal dikit kan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alasan Pemerintah Percepat Pelarangan Ekspor Nikel
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan membeberkan beberapa alasan dipercepatnya pelarangan ekspor bijih (ore) nikel. Salah satunya, yakni temuan lonjakan ekspor terhadap komoditas tersebut.
Luhut menyebut, selama dua bulan terakhir, lonjakan ekspor bijih nikel naik tiga kali lipat atau menjadi 100-130 kapal ekspor per bulan. Padahal normalnya hanya mencapai 30 kapal saja setiap bulannyam
"Lonjakan luar biasa terjadi sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Kamu (eksportir) manipulasi kadar dan kuota yang dijual," kata dia di Kantornya, Jakarta, Selasa (29/10).
Luhut mengatakan, jumlah ekspor yang melebihi kuota terjadi akibat aturan pemerintah yang melarang percepatan ekspor bijih nikel dari sebelumnya 2022 menjadi 1 Januari 2020. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diterbitkan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
BACA JUGA
Meski begitu, Luhut belum tahu berapa jumlah eksportir nikel yang tercatat melebihi kapasitas ekspor. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPK, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, dan Kementerian ESDM untuk memetakan perusahaan yang ekspor melebih kuota.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan perusahaan yang ketahuan ekspor melebihi kuota bakal terkena sanksi. Karena dalam hal ini melibatkan KPK, maka sanksi yang diberikan pun bisa hingga pidana. "Pidana. Jadi jangan macam-macam karena KPK terlibat," katanya.
Di sisi lain, dia mengakui penghentian ekspor bijih (ore) nikel ini hanya bersifat sementara. Penghentian ekspor tersebut mulai berlaku hari ini. Nantinya, dalam satu atau dua minggu ke depan larangan tersebut bisa dicabut. Dengan begitu, eksportir bisa menjual lagi bijih nikel ke luar.
"Ekspor nikel dievaluasi (setop). Berapa lama dilakukan? Bisa seminggu atau dua minggu. Tapi resminya nanti penyetopan 1 Januari 2020," pungkasnya.
Advertisement