Nelayan Diminta Waspada Ancaman Penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf

Sasaran kelompok Abu Sayyaf ini adalah wisatawan asing dan kapal-kapal yang melintas di kawasan Semporna, Sabah, Malaysia.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Nov 2019, 12:47 WIB
Abu Sayyaf adalah kelompok separatis yang berbasis di Filipina.

Liputan6.com, Tarakan - Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kota Tarakan mengimbau para nelayan agar waspada terhadap ancaman penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf.

Abu Sayyaf adalah pembajak kapal dari Filipina. Mereka lalu menyandera anak buah kapal dan meminta tebusan mahal jika sanderanya ingin dibebaskan.

"Kami minta para nelayan membawa kapal-kapalnya berlayar menghindari kelompok Abu Sayyaf yang berpindah dari kawasan Tawi-Tawi ke kawasan Semporna," kata Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Penjagaan dan Patroli KSOP Kelas III Tarakan Syaharuddin di Tarakan, Kalimantan Utara, seperti dilansir Antara, Sabtu (2/11/2019).

Menurut dia, sasaran kelompok Abu Sayyaf ini adalah wisatawan asing dan kapal-kapal yang melintas di kawasan Semporna, Sabah, Malaysia.

"Peringatan ini sudah diumumkan oleh VTS ( Vessel Trafic Service) Distrik Navigasi," kata Syaharuddin.

 Sebelumnya KSOP Kelas III Kota Tarakan memperingatkan para nelayan terhadap ancaman penculikan Abu Sayyaf di perairan Sabah dan Filipina.


Asal Usul

Menlu Retno Marsudi menyerahkan ABK yang sempat disandera oleh kelompok Abu Sayyaf kepada pihak keluarga di Gedung Pancasila, Jakarta, Jumat (13/5). Keharuan meliputi acara serah terima tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Keberadaan Abu Sayyaf tak lepas dari sejarah Moro National Liberation Front (MNLF). Organisasi tersebut merupakan gerakan yang menuntut kemerdekaan dari pemerintah Filipina, guna mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.

Dalam berbagai sumber yang dihimpun Liputan6.com, Rabu (30/6/2016), situasi politik menjadi berubah saat pemerintah Filipina bernegosiasi dengan MNLF pada 1975. Dari pertemuan itu, lahir persetujuan yang diteken pada 23 Desember 1976. Persetujuan yang dinamakan kesepatan Tripoli itu menyatakan adanya otonomi khusus bagi MNLF di wilayah Filipina Selatan.

Daerah tersebut adalah mencakup 13 provinsi. Yaitu Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, Cotabato utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Cotabato selatan, dan Palawan.

Selain itu, otonomi penuh juga diberikan pada bidang pendidikan dan pengadilan. Sementara bidang pertahanan dan politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila.

Namun kesepakatan itu menuai perpecahan di internal MNLF. Akibatnya muncul faksi Moro Islam Liberation Front (MILF). Selain itu, ada anggota MNLF Abdurrajak Janjalani yang mengkritik keras kepemimpinan Nur Misuari dalam MNLF. Dia menyatakan tidak setuju atas langkah MNLF yang melakukan proses perundingan dengan Manila.

Kemudian, Abdurrajak Janjalani terbang ke Libya untuk menjalani pelatihan keagamaan. Selama lima tahun di sana, ia lalu kembali ke Basilan dan menjadi penceramah karismatik serta penggagas pendirian negara Islam di Mindanao, Filipina Selatan. Organisasinya itu kemudian disebut sebagai kelompok Abu Sayyaf.

Kelompok Abu Sayyaf ini juga dikenal sebagai Al Harakat Al Islamiyyah, merupakan kelompok yang terdiri dari milisi Islam berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan, dan Mindanao.

Angkatan bersenjata Filipina menyebut Abdurrajak sebagai pemimpin kelompok ini. Pada 18 Desember 1998, ia terbunuh dalam pertempuran dengan polisi di Kampong Lamitan, Basilan. Sepeninggal Abdurrajak, kelompok ini terpecah dalam faksi yang berbeda-beda. Kegiatannya pun lebih diwarnai oleh perampokan dan penculikan ketimbang perjuangan politik.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya