IDI: BPJS Kesehatan Ngutang ke 80 Persen Rumah Sakit

Hingga 30 September 2019, total rumah sakit mitra BPJS Kesehatan mencapai 2.520.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Nov 2019, 14:00 WIB
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan, bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menunggak pembayaran ke sekitar 80 persen rumah sakit mitra.

"Problem kesehatan sekarang kita katakan kondisinya emergency. Kenapa? Di dalam pelayanan kesehatan ada yang terganggu, 80 persen mengalami tunggakan. Ini saya kira sangat krusial," ungkap Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).

Adapun berdasarkan catatan BPJS Kesehatan, hingga 30 September 2019, total rumah sakit mitra lembaga mencapai 2.520. Artinya, ada 2.016 rumah sakit yang tunggakannya belum dibayar oleh BPJS Kesehatan.

Akibatnya, jumlah tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mitra per Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp 11 triliun lebih. Jumlah itu akan terus bertambah lantaran adanya denda 1 persen dari jumlah utang setiap bulannya.

Adib melanjutkan, keterlambatan pembayaran klaim turut berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit mitra terhadap pasiennya.

"Dampak itu masalah rumah sakit dan dokternya, SDM-nya. Kualitas yang kita berikan ikut terdampak," keluh dia.

Dia pun lantas menyoroti kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang menurutnya tidak ikut mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab, langkah itu dilakukan lembaga hanya untuk memangkas defisit saja.

"Ini saya kira kenaikan iuran ini tidak serta merta terdampak pelayanan, karena konsepnya membicarakan menyelesaikan defisit," pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengusaha Minta Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Ditunda

Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan dan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020. Secara rinci, iuran BPJS naik 100 persen, mulai dari Kelas I hingga Kelas III.

Sementara UMP sendiri akan naik 8,51 persen dengan dasar perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dilihat dari sisi perusahaan, diakui kebijakan ini berpengaruh terhadap operasional perusahaan.

Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan, pengusaha yang turut menanggung kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan UMP 2020, pasti harus menyesuaikan strategi perusahaan terhadap kebijakan ini. Apalagi, dengan kondisi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian.

"Akan terjadi efisiensi yang sangat ketat terutama pengusaha sektor tertentu yang berimbas dari ekonomi global, seperti ritel," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (31/10/2019).

Bukan hanya ritel, lanjut Sarman, pengusaha sektor industri padat karya seperti tekstil, garmen dan alas kaki, bahkan sektor properti mengalami hal yang sama.

"Sedikit banyak pasti berpengaruh (pada pengusaha), tapi kalau sampai tutup sih nggak," tuturnya.

Oleh karenanya, Sarman meminta agar kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda oleh pemerintah. Kendati demikian, pengusaha mungkin akan melakukan perundingan dengan serikat pekerja untuk menemukan solusi terbaik.

"Direksi BPJS harus bisa mencari cara agar masyarakat mau membayar iuran agar yang menunggak tidak terlalu banyak," tutup Sarman.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya