IDI Pesimis Kenaikan Iuran Bakal Dongkrak Layanan BPJS Kesehatan

Jumlah tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mitra per Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp 11 triliun lebih.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Nov 2019, 16:00 WIB
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyoroti kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang menurutnya tidak ikut mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab, langkah itu dilakukan lembaga hanya untuk memangkas defisit saja.

"Ini saya kira kenaikan iuran ini tidak serta merta terdampak pelayanan, karena konsepnya membicarakan menyelesaikan defisit," pungkas dia.

Adapun berdasarkan catatan BPJS Kesehatan, hingga 30 September 2019, total rumah sakit mitra lembaga mencapai 2.520. Di sisi lain, lembaga masih menunggak pembayaran ke sekitar 80 persen rumah sakit mitra.

Artinya, ada 2.016 rumah sakit yang tunggakannya belum dibayar oleh BPJS Kesehatan.

Akibatnya, jumlah tunggakan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mitra per Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp 11 triliun lebih. Jumlah itu akan terus bertambah lantaran adanya denda 1 persen dari jumlah utang setiap bulannya.

Sebelumnya, BPJS Watch sempat melaporkan kepada Liputan6.com, ada sederet beban yang akan dialami peserta akibat kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pertama, potensi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri yang menjadi non-aktif atau tidak membayar iuran.

Data BPJS Watch mencatat, pada 30 Juni 2019, peserta mandiri yang non-aktif ada sebanyak 49,04 persen. Kenaikan iuran tersebut dipercaya akan turut meningkatkan jumlah peserta non-aktif.

Selain itu, ada pula kemungkinan menurunnya pendapatan iuran dari para peserta. Sebab, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini diyakini akan membuat keinginan peserta untuk membayarnya jadi menurun.

Bahkan, terdapat juga potensi migrasi kelas kepesertaan dari kelas I dan II ke kelas III. Sebagai catatan, kelas III naik dari semula Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. sementara kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tambah Beban Pengusaha

Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta (HIPPI) Sarman Simanjorang menyatakan, keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan tentu akan menambah beban pengusaha.

Apalagi, belum lama telah terbit aturan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2020 sebesar 8,51 persen.

"Dalam kondisi ekonomi begini sudah pasti menambah beban pengusaha, apalagi tahun depan pengusaha menanggung kenaikan UMP, jika ditambah kenaikan iuran BPJS tentu akan semakin berat," ujar Sarman kepada Liputan6.com, seperti dikutip Kamis (31/10/2019).  

Sarman menambahkan, ke depannya pengusaha mungkin akan melakukan perundingan dengan serikat pekerja untuk mencari solusi terbaik, jika beban kenaikan iuran ini dirasa terlalu berat.

Namun demikian, dirinya menganjurkan agar pemerintah menunda kenaikan iuran ini dan mencari alternatif solusi.

"Direksi BPJS harus mampu mencari strategi bagaimana agar masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi membayar iuran BPJS, supaya yang menunggak tidak terlalu banyak," tuturnya.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya