PKS: Mungkin Menag Tidak Tahu Celana Cingkrang Jadi Gaya Gaul Anak Muda

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seharusnya membuat kebijakan yang lebih substansif ketimbang melarang menggunakan cadar dan celana cingkrang.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 02 Nov 2019, 14:15 WIB
Juru Bicara PKS, Ahmad Fathul Bari (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seharusnya membuat kebijakan yang lebih substansif ketimbang melarang menggunakan cadar dan celana cingkrang.

"Menurut saya, kalau Menteri Agama memang punya salah satu tugas untuk mengatasi radikalisme, menurut saya sebaiknya lebih menyentuh hal-hal substantif dibanding hal simbolik, yang menurut saya nanti mungkin akan berbenturan dengan kondisi masyarakat yang ada," kata Juru Bicara PKS, Ahmad Fathul Bari dalam diskusi yang diadakan Populi Center, di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).

Dia menuturkan, penggunaan celana cingkrang dan cadar mungkin dalan Islam banyak khilafiahnya, banyak perbedaannya.

"Kalau itu dilakukan, kita pasti akan mendukung. Tapi kan kemarin first impresionnya menurut kami cukup buruk dengan akhirnya melihat hal itu sebagai suatu hal yang diidentikkan dengan ciri-ciri orang yang radikal, itu harus jadi catatan juga bagi Menag di awal masa kepemimpinannya," ungkap Ahmad.

Ahmad mengatakan, saat ini celana cingkrang bukan lagi identik dengan orang yang memiliki keyakinan tertenu, tapi sudah menjadi tren anak muda.

"Apalagi mungkin l, celana cingkrang sekarang bukan diidentikkan dengan orang-orang yang punya pilihan agama sendiri, pilihan perbedaan itu, tapi bahkan jadi gaya gaul anak sekarang juga. Dan menteri agama enggak tahu. Karena mungkin beliau orang tua bisa jadi enggak paham bahwa gaya anak sekarang pakai celana ada yang cingkrang dan sebagainya. Dan tentu ini jadi catatan juga," tukasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Diskusi dengan Masyarakat

Karenanya, dia meminta sebelum membuat aturan tersebut, Menag harus mengajak masyarakat ikut

"Semua pihak tentu harus dilibatkan, baik dari kalangan agamawan ataupun juga kalangan akademisi, dan juga kalangan-kalangan yang lain yang menjadi stakeholder dari masyarakat itu sendiri," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya